Minggu, 19 April 2009

zuhud keduniaan

Zuhud Keduniaan
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

Dalam kehidupan dunia yang sementara ini, kita mestilah menggunakan masa kehidupan kita yang singkat dan penuh dengan permainan ini dengan berkesan, janganlah kita mudah lalai dengan kehidupan dunia, baik dari segi harta, pangkat dan juga keturunan. Kerana jika kita lalai dan leka dengan kehidupan di dunia ini, maka kita akan tergolong di kalangan orang yang rugi di hari akhirat, bahkan akan di berikan azab yang pedih pada hari tersebut.
Allah berfirman yang tertera pada surat Al-Hadid ayat 20 :

20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


20. Barang siapa yang menghendaki Keuntungan di akhirat akan Kami tambah Keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki Keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari Keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.


Banyak diantara kita umat Islam yang mempunyai tanggapan yang salah terhadap sifat Zuhud, kebanyakan dari kita berpendapat bahwa yang di namakan zuhud ialah dengan menyiksa diri sendiri, makan dan minum harus dikuranginya, begitu juga dengan tidur dan istirahat, setiap malam mestilah perlu diisi semata-mata dengan ibadah, pakaian cukup yang jelek atau buruk, rambut dibiarkan kusut, mandi pun harus jarang-jarang, tidak perlu bekerja keras, bertasbih sepanjang hari dan malam, begitu juga dengan sholat perlu dilakukan sepanjang hari dan malam.

Pengertian zuhud sebenar nya bukanlah seperti yang saya sebutkan sebentar tadi, lalu apakah yang di namakan zuhud?

Ibnu Abbas r.a. berkata :
الزهد ثلاثة احرف : زاي وهاء ودال. فالزاي زاد للمعاء. والهاء هدى للدين. والدال دوام على الطاعة
“Kata Zuhud terdiri atas tiga huruf, yaitu Zay, Ha’, Dal. Zay menunjukkan Zaadun Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat), Ha’ menunjuk hidayah menuju agama, dan huruf Dal menunjuk Dawaam ‘alath thaa’ah (konsis melakukan taat).”
- Bekal menuju akhirat, adalah taqwa kepada Allah SWT.
- Hidayah menuju agama, adalah bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.
- Langgeng berada pada ketaatan, adalah senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala laranganNya.

Disisi lain Ibnu Abbas r.a. berkata :
الزاي ترك الزينة والهاء ترك الهوى والدال ترك الدنيا
“Huruf Zay menunjukkan meninggalkan zinah (perhiasan), huruf Ha’ menunjukkan menunggalkan Hawa, dan huruf Dal menunjukkan meninggalkan dunia”
Dunia di sisni mencakup : pujian orang, berfoya-foya, dan glamour dalam berpakaian.
Attirmidzi meriwayatkan : Zuhud di dunia itu bukan dengan mengharamkan yang halal, atau menghambur-hamburkan uang, tetapi zuhud pada dunia itu , supaya anda lebih percaya pada jaminan Allah lebih daripada apa yang ditanganmu sendiri, dan kesenanganmu pada pahala musibah lebih dari pada bila selamat tidak terkena musibah.
Dari ketiga definisi tersebut dapat saya ambil sebuah kesimpulan bahwa pengertian zuhud ialah meninggalkan ketamakan dalam urusan keduniaan sehingga lupa ketaatan kepada Allah, serta lengah untuk mencari bekalan hidup di akhirat nanti, inilah pengertian bagi zuhud di dunia. Duniawiyah dengan segala kemegahannya itu janganlah menjadi sebab, janganlah menjadi halangan atau rintangan bagi seseorang untuk bertaqarrub kepada Allah SWT. Bagi orang-orang sufi, nilai duniawiyah adalah nisbi, sedangkan nilai mendapat ridla dan dekat kepada Allah SWT adalah nilai hakiki. Diingatkan, kita tidak boleh terlena oleh tipu daya nilai nisbi itu dengan mengabaikan nilai hakiki.
Timbul pertanyaan mendasar, dapatkah manusia itu memisahkan dirinya sama sekali dari harta dan segala bentuk kesenangan duniawi ?, sementara melihat kenyataan sejarah bahwa sebagian sahabat-sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang kaya. Abu Bakar Siddiq, Usman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf adalah sebagian dari sahabat-sahabat utama Rasul yang kaya. Nabi Sulaiman adalah seorang Nabi dan Rasul yang mempunyai kerajaan dan kaya raya.
Nabi Sulaiman meskipun beliau adalah seorang nabi dan rasul dengan kebesaran kerajaan yang diberikan kepadanya, tidak pernah melihat ke langit karena khusyu’ dan tawadlu’ kepada Allah, bahkan ia suka memberi makanan-makanan yang lezat pada orang lain, sedang ia sendiri makan roti dari tepung sya’ir, dan ketika ditanya : Mengapakah kamu berlapar-lapar, padahal kekayaan bumi ditanganmu ? jawabnya : Aku hawatir jika aku kenyang lalu dengan yang lapar.
Ketika Nabi Muhammad SAW menganjurkan para sahabat untuk sedekah, Abu Bakar r.a membawa semua harta kekayaannya. Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya : “Apa yang engkau tinggalkan bagi keluargamu?” Abu Bakar menjawab : “Allah dan RasulNya dan aku mendapat tambahan dari Allah.”
Tidakkah kita menelaah bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. merasa tenang hanya kepada Allah Ta’ala semata, bukan pada sesuatu yang lain, dan tiada nilainya segala sesuatu baginya adalah apa yang di sisi Allah? Ketika Abu Bakar telah melihat letak kebenaran tidak sekalipun ia menahan harta kekayaannya. Baginya cukup Allah dan Rasulnya.
Kemudian Umar Ibn Al-Khaththab r.a. datang dengan separuh harta kekayaannya. Rasullullah bertanya kepadanya “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Umar menjawab : “Separuh harta kekayaanku, dan bagiku akan mendapatkan tambahan di sisi Allah”
Utsman Bin Affan r.a talah melengkapi jaisyul usyrah (pasukan yang mengalami kesulitan) dengan memberikan bekal dan ia pula yang membiayai sumur Rumawah
Para sahabat, Nabi dan wali-wali Allah itu tetap hidup sebagai zuhud dan hidup sebagai fakir indallah tapi ghani indannas. Mereka tidak terpengaruh oleh kekayaan itu dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT, bahkan kekayaannya itu dijadikan sebagai sarana utama untuk lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas ubudiyah mereka. Kami berpendapat bahwa pengertian dan maksud zuhud bukanlah semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi hakikat zuhud yang sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Sahl Bin Sa’ad Assa’idi r.a. berkata :
حدثنا أبو عبيدة بن أبي السفر. حدثنا شهاب بن عباد. حدثنا خالد بن عمرو القرشي عن سفيان الثوري، عن أبي حازم، عن سهل بن سعد الساعدي؛ قال:جاء رجل الى النبى صلى الله عليه وسلم فقال دلنى على عمل اذا عملته احبنى الله واحبنى الناس قال ازهد فىالدنيا يحبك الله وازهد فيما فى ايد الناس يحبك الناس (رواه ابن ماجه)

“Seorang datang kepada Nabi SAW dan berkata : Tunjukkan aku amal perbuatan bila saya kerjakan disayangi Allah dan dicintai oleh manusia? Jawab Nabi SAW : Berzuhudlah ke dalam keduniaan niscaya anda disayang oleh Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ditangan manusia niscaya anda disayang oleh sesama manusia”

Sifat Zuhud terlihat jelas dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW dan terbukti , bahwa hidup serba kekurangan dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan pribadi beliau, adalah atas kehendaknya sendiri, bukan karena terpaksa, bukankah setelah seluruh Jazirah Arab berhasil dikuasainya, harta kekayaan datang mengalir berlimpah-limpah dari segala pelosok, namun beliau tetap mengesampingkan kemewahan dan kesenangan dunia yang fana itu.

Abdullah Mas’ud r.a. berkata :
نام رسول الله صلىالله عليه وسلم على حصير فقام وقد اثر فى جنبه . فقلنا يارسول الله لواتخذنا لك وطء فقال : مالى وللدنيا ما انا فىالدنيا الا كراكب استظل تحت شجرة ثم راح وتركها (رواه الرمذى)
“Rasullullah SAW tidur di atas tikar, kemudian ia bangun sedang anyaman tikar itu telah berbekas dipinggangnya, maka kami berkata : Ya Rasullullah bagaimana jika kami membuatkan kasur yang empuk untukmu? Jawab Nabi SAW : Untuk apa dunia ini bagiku, aku di dunia ini bagaikan seorang kelana yang berkendaraan, bernaung di bawah pohon, kemudian ia pergi meninggalkannya”



Ketahuilah sesungguhnya di sisi agama Islam seseorang itu di nilai kekayaannya bukanlah dengan harta tetapi pada jiwanya.
Selain itu, hendaklah jangan timbul perasaan ingin memiliki sesuatu yang bukan kepunyaan diri kita, sehingga timbul hasrat ingin merebut atau merampas barang yang bukan hak kita.

Inilah yang di artikan sebagai zuhud dengan apa yang ada pada manusia, kalau ini kita jadikan sebagai pegangan hidup kita, pasti tidak akan ada orang yang membenci pada diri kita dan kita akan di cintai oleh manusia yang lain.











Daftar Pustaka :
Ahmad Sunarto. Nasihat bagi Hamba Allah. Al-Hidayah.Surabaya. 1999
Salim Bahreisy. Petunjuk Jalan Lurus.Darussagaf. Surabaya. 1985
Alwi Almaliki.Insan Kamil. Pelita Bahasa. Surabaya.1982

2 komentar: