Minggu, 19 April 2009

islam rahmatan lilalamin

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Rahmah itu sebuah kata yang berasal dari bahasa arab رحم – يرحم – رحمة - yang maknanya ialah kelembutan, pengampunan dan kasih sayang.[1] ‘Alamin berasal dari kata العالم yang berarti alam.[2] Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih.[3]
Umat Islam saat ini masih belum sepenuhnya mampu menunjukkan Islam rahmatan lil alamin. Umat masih jauh dari perilaku dan akhlak Islami. Artinya, banyak umat Islam yang belum “Islam”. Masjid banyak, tapi yang shalat berjamaah sedikit. Umat Islam juga memiliki kelemahan di berbagai lini kehidupan. Kemiskinan dan kebodohan menjadikan kita sebagai umat yang lemah dan inilah yang menjadi musuh kita..
Kemajemukan suatu bangsa seringkali menjadi pemicu konflik, baik antar suku, budaya, maupun agama. Mayoritas umat manusia belum terbiasa hidup rukun dalam perbedaan. Klaim kebenaran dan perasaan superior dari suku, budaya, dan agama yang berbeda menjadi penyebab intoleransi hidup. Bahkan satu sama lain cenderung ingin saling mendominasi. Latar belakang yang berbeda, tak jarang menciptakan disharmoni dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sikap anarkis yang dipertontonkan sebagian kelompok Islam menunjukkan dangkalnya akidah mereka. Karena akidah yang murni dan kuat akan membuahkan ibadah yang khusyuk, akhlak yang mulia, dan menjadi modal dakwah yang luar biasa. Akidah yang murni dan kuat juga akan melahirkan sikap toleran atas perbedaan yang merupakan sunnatullah.
Kata Sya’by : “Kata Nu’man Basyir di dalam khutbahnya di atas mimbar, sesudah bersyukur kepada Allah. Aku mendengar Rasullullah SAW Bersabda :
ينبغى للمسلمين ان يكونوا بينهم بنصيحة بعضهم بعضا وتراحمهم بينهم كمثل العضو من الجسد اذا الشتكى بعضه تداعى الجسد كله بالسهر حتى يذهب الالم من ذلك العضو.
Umat hendaknya saling nasehat menasehati, dan saling mengasihi dan menyayangi diantara mereka, bagai satu tubuh, jika sebagian terasa sakit, maka semua anggota tubuh merasakannya, hingga tidak dapat tidur, sampai sembuh sakitnya”[4]
Agama Islam mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan. Hal ini akan melahirkan sikap toleran (tasamuh) yang pada akhirnya akan menciptakan manusia-manusia yang beradab. Dalam konteks ini, menciptakan terwujudnya masyarakat yang berdadab adalah bagian dari jihad. Karena itu, penyempitan makna jihad hanya pada perjuangan fisik dan angkat senjata tidaklah tepat. Lebih dari itu, tingkatan jihad yang tertinggi bukanlah perjuangan fisik atau angkat senjata, melainkan jihad melawan hawa nafsu.

Hadirin yang saya hormati !
Islam adalah agama wahyu yang diturunkan untuk semua ras manusia melalui Nabi Muhammad خاتم النبيين sebagaimana wahyu Allah telah diturunkan kepada umat-umat sebelumnya oleh nabi-nabi lainnya.[5]
Allah berfirman :
$¨B tb%x. JptèC !$t/r& 7‰tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh‘ `Å3»s9ur tAqß™§‘ «!$# zOs?$yzur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# 3 tb%x.ur ª!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« $VJŠÎ=tã ÇÍÉÈ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”

Hadirin Rohimakumullah
Sesungguhnya Islam merupakan risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan merupakan sebuah risalah yang terhenti pada satu masa atau zaman tertentu, yang pengaruhnya hanya akan berhenti dengan berakhirnya masa itu, sebagaimana halnya kondisi risalah para nabisebelum Rasullullah, karena pada masa lampau, setiap nabi itu hanya diutus untuk satu periode zaman tertentu. Wajar jika kemudian setelah usai periode itu, Allah pun mengutus nabi yang lain.
Adapun Nabi Muhammad SAW, maka dialah penutup para nabi dan risalahnya merupakan risalah keabadian yang ditakdirkan oleh Allah untuk kekal abadi sampai terjadi hari kiamat dan “dilipatnya” hamparan alam ini. Risalah Nabi Muhammad SAW mengandung petunjuk-petunjuk Allah yang terakhir bagi umat manusia dan tidak ada syariat lagi setelah Islam, tidak ada kitab suci lagi setelah Nabi Muhammad. Tidak ada seorang nabi pun yang sebelum Nabi Muhammad SAW yang mengumumkan bahwa risalahnya adalah risalah penutup, serta menyatakan bahwa tidak ada lagi nabi sesudahnya. Taurat sendiri bahkan telah memberikan kabar gembira tentang akan adanya Nabi yang datang setelah Musa. Injil juga telah memberikan kabar gembira tentang akan adanya seorang nabi yang datang setelah Isa, yaitu “Ahmad” atau “Muhammad”, yang akan menerangkan setiap kebenaran dan tidak akan berbicara atas kemeuannya sendiri.
Risalah Islam merupakan risalah masa depan dan tidak diragukan lagi ia juga merupakan risalah masa lampau yang jauh. Risalah Islam dengan segala substansi dan prinsip-prinsip aqidah dan moralnya merupakan risalah setiap nabi yang telah diutus, dan risalah setiap kitab yang telah diturunkan. Seluruh Nabi datang dengan membawa Islam, menyerukan kepada tauhid dan menjauhi taghut. Inilah keterangan yang nyata yang tersirat dalam Al-qur’an :[6]
!$tBur $uZù=y™ö‘r& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqß™§‘ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmø‹s9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbr߉ç7ôã$$sù ÇËÎÈ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".”
Hadirin Yang berbahagia
Islam merupakan risalah yang berbicara kepada seluruh umat, seluruh ras, seluruh suku bangsa. Risalah Islam juga bukan merupakan risalah untuk satu bangsa tertentu, yang mengklaim bahwa dialah bangsa Allah yang terpilih! Semua harus manusia harus tunduk kepadanya.
Risalah Islam juga bukan risalah bagi kelas sosial tertentu yang tugasnya adalah menaklukan kelas-kelas sosial yang lain untuk melayani kepentingannya dan mengikuti hawa nafsunya, ataupun ikut berjalan dalam rombongan mereka, baik kelas sosial yang menguasai itu dari kaum yang kuat ataupun yang lemah, kaum panguasa ataupun kaum sahara, serta kaum kaya maupun kaum fakir dan melarat. Risalah Islam merupakan risalah mereka semua, bukan untuk melayani kepentingan satu kelompok dari mereka tanpa yang lainnya, tidak pula hanya memahami, manafsirkan dan menyeru kepaa mereka saja sebagai monopoli atas kelompok tingkat sosial tertentu, sebagaimana yang telah dipersangkakan banyak orang. Risalah Islam sesungguhnya adalah merupakan petunjuk dari Rabb manusia untuk seluruh umat manusia dan merupakan rahmat Allah bagi setiap hamba Allah. Hal ini dapat kita buktikan pada surat Al-Anbiya ayat 107. yang berbunyi :
!$tBur š»oYù=y™ö‘r& žwÎ) ZptHôqy‘ šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Hadirin Rohimakumullah
Islam dideklarasikan sebagai ajaran Rahmatan lil’alamin, menjadi rahmat bagi semesta alam. Dia tidak bermanfaat bagi umat Islam belaka, melainkan seluruh umat manusia, bahkan alam semesta termasuk hewan dan tumbuhan. Oleh karenanya, Islam tak hanya mengatur hubungan baik manusia dengan Tuhannya حبل من الله , tetapi juga mengatur hubungan antar manusia حبل من الناس , termasuk hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam Al-Qur’an dirumuskan dalam kata ولا تبغ الفساد في الارض “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi”. Di situ terlihat Islam mengajarkan bukan sekedar periketuhanan dan perikemanusiaan, melainkan telah mengatur perikehewanan, peripepohonan, dam perilingkungan. Islam mengajarkan cinta pada segala yang ada di bumi, tanpa kecuali.[7]
Terkait dengan prikehewanan tadi, ada dua kisah menarik dalam Islam yang mengandung hikmah yang besar. (1) Suatu hari ketika jalan-jalan seorang pelacur bertemu seekor anjing kudisan, yang hampir mati karena kehausan. Dia merasa kasihan, oleh karenanya berinisiatif memberi air minum kepada anjing itu. Tapi sumur yang terdekat tak ada timba dan talinya. Terpaksa pelacur itu turun memasuki sumur, lantas menampung air dengan sepatunya. Alhasil, lantaran air minum dari pelacur tadi, si anjing kudisan lolos dari maut. (2) Suatu hari seorang wanita ahli ibadah hendak bepergian, meninggalkan rumah. Ia mengurung kucingnya agar tak keluyuran, apalagi mencuri makanan. Ternyata wanita itu pergi berhari-hari, lupa bahwa kucing di rumah sedang dikurung. Akibatnya, kucing mati dan kelaparan.
Alhasil, ketika dua wanita itu mati, si pelacur menurut Nabi Muhammad SAW akan dapat masuk surga akibat kebajikannya, sedangkan wanita ahli ibadah menurut nabi, justru akan masuk neraka akibat kezalimannya.
Kedua kisah tadi menjelaskan betapa Islam menjelaskan betapa Islam mengajarkan sikap sayang dan melarang kezaliman bukan saja terhadap manusia, tetapi juga terhadap hewan. Bahkan kendati anjing yang ditolong adalah binatang najis, dan penolongnya adalah pelacur, namun akibat kebajikan dan rasa sayang kepada sesame makhluk Allah menyebabkan ia masuk surga. Sedangkan kendati si wanita ahli ibadah, teatapi akibat zalim kepada sesame makhluk Allah (kebetulan hal ini kucing), ia terpaksa dijebloskan dalam neraka.
Sayangnya, umat Islam kurang dapat mencermati substansi dari makna cerita tadi, sehingga terjebak pada interpretasi keliru. Dalam cerita kucing tadi misalnya, malah menimbulkan kepercayaan seolah kucing adalah binatang suci, malati. Akibatnya, ketika pengendara mobil tak sengaja menabrak kucing, mati, hati menjadi ketir takut kena bendu alias bencana. Oleh karenanya, dia terpaksa turun, mengkafani lantas menguburkannya, suatu hal yang tak mungkin dilakukan ketika menabrak binatang lain, apalagi tikus. Inilah kepercayaan keliru. Yang benar, apapun binatangnya, setiap muslim dilarang berbuat aniaya.
Khusus terkait dengan rasa sayang pada binatang. Islam memberi beberapa ajaran. (1) Dilarang membunuh binatang dengan cara membakar. Ada tradisi dalam masyarakat tertentu yang meyakini bahwa hewan yang kehilangan darah, akibat disembelih , mengurangi cita rasa dan kelezatannya. Oleh karenanya, mereka tak menyembelih melainkan dengan cara disundut besi panas dari pantatnya hingga tewas. Tradisi ini bertentangan dengan Islam. (2) ketika orang Islam menyembelih hewan hendaknya mempergunakan pisau tajam. Apa maksudnya? Agar si hewan cepat mati. Perlakuan ini merupakan hak dari si binatang, untuk mempercepat proses kematian, agar tak merasakan siksaan (rasa sakit) dalam waktu lama. Oleh karena itu, tradisi (upacara) sekelompok masyarakat dengan membacok kerbau/sapi dari kanan dan kiri sampai mati, jelas bertentangan dengan Islam.
Bahkan, wujud dari rasa sayang Islam pada hewan dan tetumbuhan, maka selama berihram (umroh maupun haji) Islam memperlakukan larangan membunuh hewan ataupun tumbuhan, bahkan memetik daunnya sekalipun. Siapa pun yang melanggar akan dikenai denda alias dam. Sekali lagi, Islam tak hanya mengajarkan periketuhanan, perikemanusiaan, tetapi juga perikehewanan, peritumbuhan, perilingkungan, dan seterusnya.[8]
















Daftar Pustaka

Ahmad Warson Munawir. Kamus Munawir. Pustaka Progresif. Surabaya. 2002
Abu Imam Tajudin. Tanbighul Ghofilin. Daarul Ikhya. 1986
Sutan Muhammad Zain. Kamus Moderen Bahasa Indonesia. Grafica. 1995
Yusuf Al-Qordhawi. Jalan Menuju Ma’rifat Islam. Restu Ilahi. Jakarta. 2006
Imam Munawwir. Kebangkitan Islam. Bina Ilmu. Surabaya. 1984
Dhurorudin Mashad. Kisah dan Hikmah. Erlangga. Jakarta. 2001



[1] Ahmad Warson Munawir. Kamus Munawir. Pustaka Progresif. Surabaya. 2002. Hal. 483
[2] Ibid.Hal. 966
[3] Sutan Muhammad Zain. Kamus Moderen Bahasa Indonesia. Grafica. 1995
[4] Abu Imam Tajudin. Tanbighul Ghofilin. Daarul Ikhya. 1986. Hal.374
[5] Imam Munawwir. Kebangkitan Islam. Bina Ilmu. Surabaya. 1984. Hal 58
[6] Yusuf Al-Qordhawi. Jalan Menuju Ma’rifat Islam. Restu Ilahi. Jakarta. 2006. Hal.236
[7] Dhurorudin Mashad. Kisah dan Hikmah. Erlangga. Jakarta. 2001. Hal 46
[8] Ibid. Hal 51

1 komentar:

  1. fotonya bagus pak ustadz,tapi alangkah lebih baguslagi kalau ada foto cweknya. menurutku sc.....
    biargak kelihatan kayak ustadz banget gto lho.......

    BalasHapus