Minggu, 19 April 2009

bertetangga yang menyenangkan

Bertetangga Yang Menyenangkan
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ


Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk bertaqwa kepada Allah dan taat kepada rasulnya, tetapi Islam juga mengajarkan pada umatnya untuk berbuat baik kepada sesamanya, salah satunya adalah dengan tetangga.
Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial. Satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan. Islam memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya, Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permu-suhan.Firman Allah SWT :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤¶9$# tP#tptø:$# Ÿwur y“ô‰olù;$# Ÿwur y‰Í´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§‘ $ZRºuqôÊÍ‘ur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs† ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r‘‰¹ Ç`tã ωÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#r߉tG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tã ÉOøOM}$# Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S.A1 Maidah: 2)
Dari uraian di atas, timbul sebuah pertanyaan dalam hati kita. Siapa yang dinamakan tetangga itu?
Tetangga adalah tiap-tiap orang yang tempat tinggaknya dekat dengan tempat tinggalmu, dengan jarak 40 rumah dari semua arah.[1]
Melihat definisi di atas maka dapat diperoleh sebuah pengetahuan bahwa kita memiliki 40 tetangga dari depan rumah, 40 tetangga dari belakang rumah, 40 tetangga dari sebelah kanan rumah, 40 tetangga dari sebelah kiri rumah, yang bilamana kita jumlahkan sebanyak 160 tetangga.
Dari sebanyak itu, masing-masing terdiri dari seorang ayah, seorang ibu, dan seorang anak. Yang jika kita kalkulasikan sekitar 480 orang. Dari sejumlah itu kita harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka.

Tetangga adalah masalah penting dalam hidup kita. Karena itu, harus disikapi secara serius. Sebab, tetangga memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap keluarga kita. Apalagi jika kita tinggal di lingkungan yang rumahnya saling berdekatan, tidak peduli berbentuk flat, kondominium, apartemen, perumahan RSSS, atau gubuk pinggir kali lengkap dengan gang senggolnya.
Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin mengamalkan perintah Allah swt. dan Nabi saw ini, tentu tidak akan terjadi kerusuhan, tawuran, ataupun konflik di kampung tempat mereka tinggal.
Bukti bahwa Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius ajaran Islam tertera pada Al qur’anul karim, yang berbunyi :
* (#r߉ç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«ø‹x© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»¡ômÎ) “É‹Î/ur 4’n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»¡yJø9$#ur Í‘$pgø:$#ur “ÏŒ 4’n1öà)ø9$# Í‘$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä† `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·‘qã‚sù ÇÌÏÈ
”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”

Di sebuah hadist shohih juga disebutkan yang berbunyi :

حرمة الجار على الجار كحرمة امه
“Kehormatan tetangga kepada tetangga yang lain itu seperti kehormatan kepada ibunya”[2]
seorang muslim yang memahami ajaran agamanya bersegera dengan sepenuh daya untuk memperlakukan tetangganya sebaik mungkin. Tak ada yang tak berarti jika hal itu bersangkut dengan penghormatan kepada tetangga, sebagaimana anggapan sementara orang yang bodoh[3].
Mereka menganggap sesuatu terlalu remeh, tidak berharga untuk diberikan kepada tetangga, maka mereka urung untuk memberikannya. Ini justru mencabut diri mereka dan tetangga mereka dari berbagai kebajikan.
Allah berfirman :
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§‘sŒ #\ø‹yz ¼çnttƒ ÇÐÈ
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
Dan nabi SAW juga bersabda :
“Peliharalah dirimu meskipun dengan secuil kurma” (H.R.Bukhari)
Akan tetapi hadits ini, yang penerapannya bersifat umum, juga bisa ditafsirkan bahwa si penerima pemberian tak seharusnya meremehkan pemberian. Sehingga berarti tak seorang pun tetangga seharusnya mencemooh pemberian yang diberikan kepadanya oleh tetangganya yang lain, sekalipun sekadar secuil tulang muda pada kaki domba. Justru dia harus berterima kasih kepada si pemberi, karena terima kasih bisa melahirkan persahabatan di antara para tetangga dan mendorong adanya dukungan dan bantuan timbal balik. Demikianlah, di samping kenyataan bahwa berterima kasih kepada orang lain atas kebaikannya merupakan ciri khas Islam yang utama yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW :
“Orang yang tidak berterima kasih kepada orang lain, berarti tidak berterima kasih kepada Allah”[4]
“Apa hak tetangga dari diri kita?”
Pertanyaan ini pernah ditanyakan para sahabat kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. Menjawab, “Apabila ia meminta pinjaman kepadamu, engkau meminjamkan. Bila ia meminta meminta pertolongan kepadamu, engkau menolongnya. Bila ia membutuhkan sesuatu, engkau memberikannya. Apabila ia ditimpa kemiskinan, engkau membantunya. Bila mendapatkan kebaikan, engkau ucapkan selamat kepadanya. Bila menerima cobaan, engkau menghiburnya. Dan bila ia meninggal, engkau mengiringi jenazahnya.
Jangan tinggikan tembok rumahmu sehingga angin terhalang untuknya selain dengan seizinnya. Jangan sakiti ia dengan aroma masakanmu kecuali engkau berikan sebagian darinya. Bila engkau membeli buah, maka hadiahkanlah pula untuknya. Bila engkau tak mampu melakukannya, maka curahkanlah kegembiraan dalam dadanya. Jangan keluarkan anakmu untuk menciptakan kemarahan dalam diri anak-anaknya.”[5]

Seorang muslim tidak seharusnya tidak membatasi perlakuan baiknya hanya kepada tetangga yang memiliki hubungan dengan dirinya atau yang beragana Islam saja, namun meluas kepada tetangga yang tidak beragama Islam. Dengan demikian, toleransi Islam bisa merata kepada segenap manusia tanpa memperhatikan perbedaan ras ataupun agama.
Sahabat Abdullah Bin Amr memiliki seekor domba yang disembelih dan bertanya kepada budaknya, “Apakah kamu akan memberikan sebagian dagingnya kepada tetangga kita yang Yahudi?” karena saya telah mendengar Nabi SAW bersabda: “Jibril selalu memerintahkan berbuat baik kepada tetangga sedemikian rupa sampai-sampai saya mengira dia memasukkan tetangga sebagai ahli waris.” (Muttafaq ‘alaih)[6]
Kaum Ahli Kitab tinggal diantara umat Islam selama berabad-abad, tahu bahwa mereka, kehormatan mereka, harta mereka, serta keyakinan mereka dijamin, melakukan hubungan ketetanggaan secara baik, perlakuan dan kebebasan beribadah dijamin dengan baik. Bukti mengenai hal ini bisa dilihat dari keberadan gereja-gereja tua yang tetap utuh, berdiri tegak di puncak-puncak bukit, yang dikelilingi oleh ribuan muslim yang menghormati tetangga Yahudi dan Kristen. Bahkan keberadaan gereja ini juga ada di sekeliling tempat tinggal kita. Hal ini sesuai dengan ajaran Al-Qur’an :
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ム’Îû ÈûïÏd‰9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä† `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdr•Žy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.[7]

Di samping itu seorang muslim tidak boleh melupakan sistem yang tepat yang ditanamkan oleh Islam untuk memperlakukan tetangganya dengan baik. Islam memprioritaskan tetangga yang rumahnya terdekat, kemudian kepada yang agak jauh dan seterusnya. Ini mengingat kedekatan tetangga yang rumahnya saling berdekatan dan persoalan-persoalan yang secara berkala bisa muncul diantara mereka, dan pentingnya persahabatan dan harmoni.
Aisyah berkata :”Wahai Rasullullah, saya memiliki dua tetangga, siapa yang lebih berhak atas pemberianku?” Beliau menjawab :”Orang yang pintu rumahnya lebih dekat kepadamu”[8]

Sistem perioritas dalam memperlakukan tetangga dengan baik ini bukan berarti bahwa muslim harus mengabaikan para tetangga yang rumahnya lebih jauh darinya. Setiap orang yang rumahnya berada di sekitar kita dianggap sebagai tetangga dan dengan demikian memiliki hak sebagai tetangga. Sistem ini semata-mata merupakan persoalan organisasi, yaitu cara yang dipakai nabi dalam menganjurkan agar memperhatikan tetangga yang paling dekat karena dengan mereka lah kita terlibat banyak kontak damm interaksi.

Daftar Pustaka

Fadlil Said An-nadwi.Bekal Berharga untuk menjadi anak Mulia. Al-Hidayah. Jakarta. 2000.
Nasor Bin Muhammad Bin Ibrohim.Tanbighul Ghofilin. Al-Hidayah. Suarabaya.1999
Muhammad Ali Al-Hasyimi.Menjadi Muslim Ideal.Mitra Pustaka.2000




[1] Fadlil Said An-nadwi.Bekal Berharga untuk menjadi anak Mulia. Al-Hidayah. Jakarta. 2000. Hal 27
[2] Nasor Bin Muhammad Bin Ibrohim.Tanbighul Ghofilin. Al-Hidayah. Surabaya.1999.Hal 51
[3] Muhammad Ali Al-Hasyimi.Menjadi Muslim Ideal.Mitra Pustaka.2000.Hal 178
[4] Ibid. Hal 179
[5] Op.cit. Nasor Bin Muhammad Bin Ibrohim.Hal 51
[6] Op.cit. Muhammad Ali Al-Hasyimi.Hal 180

[7] Op.cit. Muhammad Ali Al-Hasyimi.Hal 181

[8] Op.cit. Muhammad Ali Al-Hasyimi.Hal 182

Tidak ada komentar:

Posting Komentar