Selasa, 28 April 2009

Beda Nabi dan Rasul

BEDA NABI DAN RASUL
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. 33:40)
"Nabi-nabi itu adalah bersaudara yang bukan satu ibu, ibunya bermacam-macam, namun agamanya satu." (HR. AlSaikhan dan Abu Daud)
Rasulullah Saw bersabda : 'Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama: Aku Muhammad, Aku Ahmad , Aku yang penghapus karena aku, Allah menghapuskan kekafiran, Aku pengumpul yang dikumpulkan manusia dibawah kekuasaanku dan aku pengiring yang tiada kemudianku seorang Nabipun.' (Bukhari dan Muslim, Kitab-ul-Fada'il, Bab: Asmaun-Nabi; Tirmidhi, Kitab-ul- Adab, Bab: Asma-un-Nabi; Muatta', Kitab-u-Asma in-Nabi, Al- Mustadrak Hakim, Kitab-ut-Tarikh, Bab: Asma-un-Nabi.)
"Hubunganku dengan kenabian sebelumku seperti layaknya pembangunan suatu istana yang terindah yang pernah dibangun. Semuanya telah lengkap kecuali satu tempat untuk satu batu bata. Aku mengisi tempat tersebut dan sekarang sempurnalah istana itu." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Aku diutus oleh Allah untuk menyebarkan wahyu-Nya kepada seluruh dunia. Dan garis kenabian berakhir pada ku." (Muslim, Tirmidzhi, Ibnu Majah)
'Abdur Rahman bin Jubair berkata: "Aku mendengar Abdullah bin 'Amr ibn-'As meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Saw keluar dari rumahnya dan berkumpul bersama kami. Sikapnya menunjukkan kegelisahan hatinya seolah beliau akan meninggalkan kami." Beliau bersabda, "Aku Muhammad, Nabi Allah yang ummi' dan kalimatnya tersebut diulang sebanyak tiga kali. Lalu dilanjutkannya: "Tidak akan ada Nabi lagi setelah aku !" (Musnad Ahmad, Marwiyat'Abdullah bin Amr ibn'-As.)
Nabi Saw bersabda: "Jika saja ada Nabi sesudah aku, tentulah dia adalah Umar Bin Khatab." (Tirmidzi)
Dari Sa'd bin Abi Waqqas r.a. Nabi Saw berkata kepada Ali r.a [dalam perang tabuk]: "Antara aku dengan engkau laksana hubungan antara Musa dan Harun, tetapi tidak ada nabi lagi sesudahku." (Bukhari dan Muslim)
Thauban meriwayatkan: Nabi Saw berkata: "Akan datang tiga puluh pendusta didalam umatku yang masing-masing dari mereka akan mengatakan kepada dunia bahwa dia adalah seorang Nabi, tetapi aku adalah garis terakhir dari kenabian dan tidak akan ada Nabi lagi setelahku." (Abu Dawud, Kitab-ul-Fitan)
Nabi Saw bersabda: "Diantara Bani Israel yang datang sebelum kalian telah membuat persekutuan dengan Tuhan sekalipun mereka bukan Nabi-nabiNya. Jika saja akan ada Nabi sesudahku dari kaumku maka tentulah dia adalah Umar Bin Khatab." (Bukhari)
Nabi Saw: "Tidak akan ada Nabi sesudahku dan tidak akan ada Nabi baru lagi pada jemaah yang diikuti siapa saja." (Baihaqi dan Tabarani)
Nabi Saw bersabda: "Aku adalah garis terakhir dari kenabian Allah dan masjidku adalah masjid terkahir [Ini merefer kepada Masjid yang didirikan oleh Nabi Saw]." (Riwayat Muslim)
Pada ayat 33:40 diatas yang juga ditunjang oleh beberapa hadistnya yang saya kemukakan diatas Rasulullah dikatakan sebagai Nabi terakhir [Khataman Nabiyyin] bukan penutup para Rasul.
Kenapa demikian ? Apa sih beda Nabi dan Rasul itu ?
Sampai hari ini saya tidak berani mengatakan bahwa Muhammad Saw adalah penutup para Rasul, melainkan penutup para Nabi.
Baiknya saya kemukakan dahulu berbagai ayat suci yang daripadanya dapat diambil kesimpulan untuk pengertian kedua istilah Nabi dan Rasul itu.
6/130. Hai masyarakat Jin dan Manusia ! Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari jenis kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari [kiamat] ini ? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka membuktikan atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Ayat suci ini membuktikan bahwa Rasul itu bukan saja terdapat pada masyarakat manusia, malah juga ada pada bangsa Jin yang memang keadaannya bersamaan dengan manusia seperti tersebut pada ayat 55/33 dan 72/11 jo. 46/29.
22/75 Allah memilih dari malaikat selaku Rasul-rasul begitupun dari manusia; Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
42/51 Dan tiadalah seseorang yang Allah berkata-kata padanya kecuali dengan wahyu atau dari balik tabir [Hijab] atau Dia utus Rasul [malaikat] lalu dia berwahyu dengan ijin-Nya apa-apa yang Dia kehendaki, bahwa Dia maha Tinggi lagi Bijaksana.
43/80 Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia mereka dan bisikan mereka ? Sebenarnya Rasul-rasul Kami ada pada mereka menuliskan.
Ketiga rangkaian ayat suci ini secara terang menyatakan bahwa malaikat juga ada yang dinamakan Rasul dengan tugas menyampaikan. Tugas ini memang terkandung pada maksud ayat-ayat dibawah ini:
5/99 Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.
7/35 Wahai Bani Adam, jika datang padamu Rasul-rasul dari kaummu menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka siapa yang insyaf dan berbuat shaleh akan tiadalah ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka itu berduka cita.
21/25 Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau seorang Rasul kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa Tidak ada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku.
Walau begitu, adapula Rasul yang tidak diterangkan yang masa hidupnya mungkin sebelum Muhammad atau juga sesudahnya. Penjelasan ini terkandung didalam :
4/164 Dan ada Rasul-rasul yang sungguh telah Kami ceritakan mereka padamu dulunya, dan ada pula Rasul-rasul yang tidak Kami ceritakan mereka kepadamu...
Dalam pada itu, pada setiap bangsa diutus Allah Rasul yang menyampaikan ayat-ayatNya malah tidak suatu bangsa yang disiksa Allah didunia kini kecuali telah ada Rasul pada bangsa itu yang menyampaikan hukum Allah dengan bahasa kaum itu sendiri.
3/101 Dan kenapa kamu kafir karena dianalisakan ayat-ayat Allah sementara padamu ada Rasul-Nya? Dan siapa yang berpegang kepada hukum Allah maka dia diberi petunjuk kepada tuntunan yang kukuh.
10/47 Dan bagi setiap ummat itu ada Rasul, ketika datang Rasul mereka maka terlaksanalah diantara mereka secara efektif dan mereka tidak dizalimi.
14/4 Dan tidaklah Kami utus seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaum itu sendiri agar dia menerangkan pada mereka, dan siapa yang sesat maka Allah menyesatkan orang yang Dia kehendaki dan menunjuki orang yang Dia kehendaki. Dan Dia mulia, Bijaksana.
17/15 Siapa yang dapat petunjuk maka dia mendapat petunjuk itu untuk dirinya, dan siapa yang sesat maka dia menyesatkan dirinya, dan tidaklah dia menanggung kesalahan orang lain. Dan tidaklah Kami menyiksa hingga Kami bangkitkan seorang Rasul.
28/59 Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan negri hingga Dia bangkitkan pada kaumnya seorang Rasul yang menganalisakan kepada mereka ayat-ayat Kami, dan tidaklah Kami membinasakan negri itu kecuali penduduknya zalim.
Banyak sekali ayat suci yang senada dengan ayat 17/15 ini diantaranya ayat 17/58 dan 6/65, tetapi semua itu menjelaskan bahwa siksaan tersebut bukan berlaku sebelum periode Muhammad Saw saja malah juga sesudah wafatnya beliau.
Ayat 28/59 membuktikan bahwa sebelum penduduk sebuah negri itu disiksa [diazab] lebih dahulu diutus oleh Allah seorang Rasul kepada mereka dan ayat 10/47 menjelaskan bahwa pada setiap umat ada Rasul dikuatkan oleh ayat 14/4 dengan ketegasan bahwa Rasul itu menyampaikan hukum Allah.
Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah /hukum-hukum/ Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. 65:12)
Ayat 65/12 diatas juga menyebutkan bahwa selain planet bumi kita ini, telah diciptakan oleh Allah Azza Wajalla bumi-bumi lainnya didalam kawasan semesta raya-Nya. Dan sejenak mari kita melihat pula ayat 42/29 dibawah ini :
Dan diantara ayat-ayatNya adalah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk hidup yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (QS. 42:29)
Allah telah menciptakan banyak planet-planet dan juga planet bumi dalam semesta-Nya, dan Allah pun telah menyebarkan makhluk-makhluk hidup-Nya kepada keduanya, sekarang apakah yang dimaksud dengan makhluk hidup itu menurut kriteria Qur'an ?
"Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk hidup dari Almaa', diantara mereka ada yang berjalan atas perutnya /melata/, dan dari mereka ada yang berjalan atas dua kaki serta dari mereka ada yang atas empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, karena sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (QS. 24:45)
Jadi jika kita menghubungkan antara ayat 65/12 dengan 42/29 dan 24/45 jo. 6/130 maka didapatilah kesimpulan bahwa untuk planet-planet bumi yang lainnya dimana terdapat kehidupan disana maka disana pun perintah atau hukum-hukum atau ketetapan-ketetapan Allah akan berlaku sebagaimana yang diperlakukan-Nya diplanet bumi kita ini.
Jadi, mengikuti kriteria AlQur'an ini ... pada planet bumi lainnya yang juga memiliki manusia, binatang dan sebagainya maka Allah mengirimkan para Nabi dan Rasul-Nya yang mengibarkan bendera Tauhid, bahwa Tiada Ilah selain Allah.
itu adalah satu kepastian dari Qur'an sendiri dan tidak bisa dibantah. Tetapi sekarang, bagaimana mengaitkan hubungan antara fungsi KhatamanNabiyyin Muhammad Saw dengan Rahmatan lil'alamin-nya ?
Kita sebelumnya sudah membahas bahwa Muhammad itu adalah penutup para Nabi/akhir dari segala kenabian tetapi beliau Saw bukanlah penutup para Rasul. Rasul dalam bahasa Arab berarti utusan. Rasulullah artinya utusan Allah.
Dan sesuai dengan ayat-ayat Qur'an yang diketengahkan pada bagian awal bahwa malaikat itu juga adalah Rasulullah, sebab mereka adalah utusan-utusan atau pesuruh Allah yang memiliki tugas masing-masing, seperti mencatat perbuatan baik dan buruk, menurunkan wahyu dst.
Dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw maka berarti putus sudah wahyu kenabian untuk Bani Adam, karena seluruh ajaran-Nya telah disempurnakan pada masa Muhammad Saw. Tidak ada yang perlu ditambah atau dikurangi lagi, semuanya telah lengkap dan sempurna.
Selanjutnya Allah akan terus mengirim Rasul-rasulNya, baik itu berupa malaikat atau juga manusia. Ingat .... tidak pernah ada malaikat ataupun Jin dinisbatkan oleh Allah dalam AlQur'an sebagai Nabi melainkan hanya sebagai Rasul alias pesuruh alias utusan karena pangkat kenabian hanya ada pada manusia dan itu telah diakhiri oleh Rasulullah Muhammad Saw.
Jadi dari sana dapat disimpulkan bahwa Rasul adalah yang bertugas menyampaikan hukum Allah, ada yang menerimanya langsung dari Allah seperti para Nabi dan malaikat tetapi ada pula yang menerimanya tidak langsung dari Allah tetapi perantaraan AlQur'an yang disampaikan oleh Nabi Saw selaku Nabi terakhir. Nabi adalah manusia yang menerima petunjuk Allah secara langsung kemudian menyampaikan hukum Allah itu kepada manusia lain selaku Rasul.
Sekarang ... Rasul yang bagaimana yang akan ada pada umat Muhammad Saw ini ? Untuk itu Nabi Saw bersabda :
Nabi Saw bersabda: "Allah tidak akan mengirimkan Nabi lagi sesudahku, tetapi hanya Mubashshirat" Dia menukas: Apakah al-Mubashshirat tersebut ?. Lanjutnya : Mimpi yang baik serta petunjuk yang benar.". (Musnad Ahmad, Marwiyat Abu Tufail, Nasa'i, Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah ia menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT akan mengirimkan untuk ummat ini pada permulaan setiap seratus tahun seorang Mujaddid yang akan memperbaharui agama." (Musnad Abu Dawud)
Jadi jika selama ini ada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi dan Rasul adalah sama atau juga bahwa setiap Rasul itu sudah pasti Nabi tetapi setiap Nabi belum tentu Rasul menurut saya keliru berdasarkan ayat-ayat Qur'an dan Hadist-hadist yang saya kutip dibagian atas.
Jadi sekali lagi .... yang akan ada ditengah-tengah umat dan menjadi Rasul Allah sepeninggal Nabi Muhammad Saw itu bukan Rasul dalam pengertian Nabi melainkan Rasul alias utusan dalam pengertian Mujaddid dan juga mereka-mereka yang tergolong kedalam Al-Mubashirat yang akan menuntun umat Islam menuju kepada pemahaman, penganalisaan serta penafsiran yang benar sesuai dengan konteks jamannya, mengikuti apa-apa yang tercantum didalam AlQur'an.
Dengan begitu, seorang ulama yang berdakwah kesatu pedalaman yang belum pernah mengenal ajaran Islam, dia bisa juga disebut seorang Rasul, seorang penyampai ajaran Allah. Seorang pemikir, cendikiawan Muslim, pembaharu agama pun syah-syah saja disebut sebagai Rasul selama apa yang diajarkan dan yang disampaikan mereka tidak bertentangan dengan al-Qur'an, Sunnah dan logika yang sehat.
Sekarang kita kembali kepada hubungan antara fungsi KhatamanNabiyyin Muhammad Saw dengan Rahmatan lil'alaamin Muhammad Saw.
Apa itu 'Alaamin ? Ada penterjemah yang mengartikannya dengan "seluruh alam" dimana termasuk semua ciptaan, berbentuk bintang, planet, bulan dan yang ada padanya. Adapula yang mengartikannya sebagai "segala makhluk", tetapi maksudnya bersamaan dengan "segala alam" dimana terdapat benda hidup dan benda jumud yang tak pernah memiliki ruh.
Semuanya saya anggap memiliki kebenaran, tetapi ada yang perlu ditambahkan ... bahwa arti 'Alaamin itu juga bisa sebagai "Seluruh manusia", yaitu manusia yang hidup diplanet bumi dan diplanet-planet lain dalam daerah semesta raya seperti yang dimaksud pada ayat 45/36.
"Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam."
Hal ini ditandai dengan keterangan Ayat-ayat suci lainnya yang mengandung istilah 'Alaamin dimana dinyatakan "pemikiran bagi 'Alaamin" seperti pada ayat 6/90, 12/104, 38/87, 68/52, 81/2 dan dinyatakan sebagai "pertanda bagi 'alaamin" termuat pada ayat 21/91 dan 21/15. Juga dinyatakan "petunjuk bagi 'alaamin" tercantum pada ayat 3/97 dan dinyatakan sebagai "peringatan bagi 'alaamin" termaktub dalam ayat 25/1, dan dinyatakan juga "dalam dada 'alaamin" tertulis pada ayat 29/10.
Semua itu menyatakan bahwa istilah 'Alaamin berarti juga "seluruh manusia" yang memiliki dada, diberi peringatan, diberi petunjuk dan diberi pertanda untuk perhatian mereka agar mau tunduk dengan hukum-hukum Allah.
Jadi jika Muhammad disebut-sebut sebagai Rahmatan Lil'alaamin maka itu juga berarti Muhammad merupakan pembawa teladan, contoh, petunjuk yang harus diikuti oleh seluruh bangsa manusia dimana saja mereka berada dalam kawasan semesta raya.
Muhammad melalui wahyu Qur'an-nya adalah pintu gerbang ilmu pengetahuan dunia dan akhirat yang menjelaskannya kepada masyarakat Manusia dan Jin.
AlQur'an menyatakan :
"Hai masyarakat Jin dan Manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat melakukannya kecuali dengan sulthan". (QS. 55:33)
Sulthan adalah kekuatan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, kemampuan dan sebagainya.
Dan dalam banyak ayat-ayat-Nya Allah pun mengajarkan kepada manusia untuk melakukan pengenalan terhadap alam semesta sebagai bukti atau tanda-tanda kebesaran dan ketauhidan Allah Azza Wajalla.
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS.3:191)
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada pelajaran bagi kaum yang mau memikirkan." (QS. 45:13)
Banyak lagi ayat-ayat Qur'an lainnya yang isinya bernada sama dengan dua ayat diatas, semua itu ditujukan kepada seluruh masyarakat manusia dan juga masyarakat Jin yang akhirnya sebagai refleksi atau contoh teladannya telah dilakukan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw dalam berbagai laku hidupnya.
"Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi orang yang beriman kepada Allah dan [percaya kepada] hari kemudian serta banyak menyebut Allah." (QS. 33:21)
Bagaimana pula seorang pengemban risalah Allah, seorang pendakwa, seorang pemimpin umat dan sekaligus juga sebagai Nabi yang dimuliakan hanya mampu berkata namun tidak mampu melaksanakan apa yang dikatakannya ?
Untuk itu Allah telah menjadikan Muhammad Saw sebagai contohnya. Nabi Muhammad memfatwakan agar orang mau memperhatikan alam sekitarnya, memikirkan penciptaan langit dan bumi serta menganjurkan umatnya untuk mencari "sulthan" agar dapat melintasi seluruh penjuru langit dan bumi ... itu karena beliau sudah melakukannya sendiri pada peristiwa Mi'rajnya ke Muntaha, sebagai planet terjauh dan mungkin merupakan planet terpinggir dalam semesta raya dengan pertolongan Allah.
Kekuatan atau sulthan yang ada pada Nabi Saw diberikan berupa Buraq, yang menurut hemat saya sebagai pesawat antariksa tercepat dan tercanggih.
Muhammad bercerita tentang pedagangan yang jujur .... itupun telah dilakukannya dalam hidup kesehariannya hingga bahkan beliau dijuluki oleh masyarakat sebagai Al-Amin. Dan banyak lagi hal-hal lainnya yang merupakan refleksi dari Rahmatan Lil'Alaaminnya itu.
Lalu dimana fungsi KhatamanNabiyyinnya ? Sebagian sudah dijelaskan pada bagian atas dan diberi penambahan sedikit bahwa salah satu fungsi KhatamanNabiyyin-nya itu adalah sebagai satu-satunya pemberi contoh teladan yang sesuai dengan nilai-nilai keTuhanan yang mana didalam dirinya telah melebur seluruh sifat-sifat para Nabi dan Rasul sebelum beliau.
Tidak ada lagi tokoh yang mampu dan berhak menjadi panutan kecuali Rasulullah Saw. Karenanya Muhammad sebagai penutup para pemberi contoh yang paling baik, sebagai penutup garis kenabian, sebagai KhatamanNabiyyin yang Rahmatan Lil 'Alaamin.
Bagaimana dengan para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah diberbagai belahan bumi lainnya disemesta raya ? Apakah mereka harus mengakui kenabian Muhammad sebagai Nabi terakhir planet bumi kita ?
Saya jawab ... benar ! Sebab seperti kata beliau Saw sendiri, semua Nabi adalah bersaudara, mengajarkan agama atau risalah yang sama, yaitu Tauhid, Tiada Ilah yang patut disembah kecuali Ilah yang namanya ALlah yang Maha Esa dalam segala bidang-Nya.
Masing-masing Nabi dan Rasul telah diberikan tanda atau petunjuk oleh Allah mengenai kedatangan Muhammad Saw selaku Nabi penutup [QS. 2:146], hal ini bisa dibuktikan melalui berbagai temuan para ahli kitab, ahli manuskrip dan juga ahli Qur'an sekarang ini.
Bahwa Nabi Adam telah diberi penjelasan segala sesuatunya oleh Allah itu tercantum dalam AlQur'an [2:37 dan lainnya] dan terlepas dari kontroversial palsu-tidaknya Injil Barnabas disanapun dijelaskan bahwa pada mula pertama Adam diciptakan beliau telah melihat 2 khalimah syahadat yang merupakan kesaksian akan kedatangan Muhammad Saw [maaf, saya pribadi meragukan jika kitab Injil Barnabas ini benar, karena terlalu banyak kejanggalannya].
Dalam Bible masa kini dinyatakan pada Ulangan 18:18 dan Ulangan 33:1-2 mengenai pengakuan Musa as atas kedatangan Muhammad Saw, juga pada Injil Yohanes 1:19-25 tentang penolakan Isa ALmasih atas klaim orang-orang Yahudi dari Jerusalem tentang Nabi yang dijanjikan Musa, juga Yesaya 41:1-4, Yohanes 16:4-15 dsb.
Dari dalam AlQur'an sendiri misalnya ayat 2:146, 7:157, 61:6 dan sebagainya. Dari dalam Vedha didapati nama Ahmad, Kalky Autar dst.
Semua itu semakin menguatkan kedudukan Muhammad sebagai KhatamanNabiyyin-nya, dan saya yakin bahwa dalam teks asli masing-masing Kitabullah sebelumnya [yang tidak diubah dan dihancurkan oleh tangan-tangan manusia] akan didapati dengan jelas sekali kenubuatan Rasulullah Saw sebagaimana keterangan AlQur'an suci pada ayat 2:146, 6:20 dan 7:157.
Dan atas dasar ini juga saya berani mengatakan bahwa fungsi KhatamanNabiyyin Muhammad juga termuat dalam ajaran dan risalah para Nabi/Rasul yang diutus oleh Allah kepada manusia dan kaum mana saja diberbagai planet bumi semesta raya.
Mengenai umat mereka akan mengakuinya atau tidak ... itu bukan satu masalah besar. Sesungguhnya telah berlalu para Nabi dan Rasul Allah sebelumnya yang mana mereka selalu mendapat tantangan hebat dari manusia. Muhammad tidak akan kehilangan sifat KhatamanNabiyyinnya hanya karena orang tidak mengakui kenabian dan kerasulan beliau.
Bukti-bukti sudah dijelaskan dan dianalisakan, jika masyarakat mau membantah ... silahkan saja bersama-sama kita buktikan kebenarannya nanti pada hari kemudian.
Sesungguhnya telah terpatri disemesta raya, tiada Tuhan yang patut disembah, tempat meminta pertolongan, tempat mengadu dan lain sebagainya kecuali Allah sang pencipta, tidak beranak dan tidak diperanakkan dalam arti apapun juga, Dia menguasai seluruh langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya, suci dari ikatan jasmaniah, daging, serta unsur-unsur kemakhlukan lain.
Semestapun bersaksi bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, Rasul Allah adalah benar seorang Nabi yang ummi, seorang utusan Allah yang namanya terdapat pada berbagai kitab suci Allah dan dinubuatkan oleh seluruh Nabi dan Rasul-Nya.
Tertolaklah sudah semua paham keNabian yang diucapkan secara lancang oleh manusia-manusia sesudahnya, termasuk Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyah, Elijah Muhammad, Lia Aminuddin pendiri Salamullah, Ahmad Mukti puteranya, Lois Farakhan, Musailamah dan sejumlah nama-nama pendusta lainnya berdasarkan Kalam Allah dan sabda Nabi-Nya.
Saya lebih bisa menerima jika ada yang mengaku sebagai Rasul ataupun Mujaddid (selama dia tetap berpijak kepada al-Qur'an, Sunnah dan logika berpikir yang benar ... tetapi apa iya yang bersangkutan tahu dirinya Rasul ?), akan tetapi jika pengakuan tersebut sudah menyerempet pada kenabian, maaf-maaf saja, tidak ada ijtihad dalam masalah tersebut, logika dan kontekstual ayat sudah jelas.
Tidak akan pernah ada lagi Nabi lama atau Nabi baru yang akan datang, baik yang membawa syariat ataupun tidak [termasuk dalam pendapat saya pribadi masalah kedatangan 'Isa yang kedua, semua Nabi sudah wafat dalam arti sebenarnya dan Nabi yang terakhir wafat adalah Muhammad].
Karena itupula, saya merasa kasihan kepada kaum Ahmadiah Qadian yang notabene menjadikan Mirza ghulam Ahmad sebagai Nabi, mereka tidak kafir dalam masalah ketuhanan tetapi mereka sudah sesat dalam urusan kenabian.
Akhirnya kepada Allah sajalah saya memohon ampun atas segala dosa dan salah, baik yang disengaja atau tidak disengaja, dan penghargaan serta penghormatan tertinggi senantiasa saya persembahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw sang Nabi penutup, reformer sejati, pintu gerbang ilmu pengetahuan dunia dan akhirat dan salam takzim juga tercurahkan untuk para keluarga dan keturunan beliau serta para sahabatnya yang mendapatkan petunjuk baik dahulu, sekarang dan yang akan datang dimanapun mereka berada.
Wassalam,

Tauhid Kaffah

TAUHID KAFFAH
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semuanya kedalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya dia itu musuh yang nyata bagimu." (Qs. al-Baqarah 2:208)
Ayat diatas merupakan seruan, perintah dan juga peringatan Allah yang ditujukan khusus kepada orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang mengakui Allah sebagai Tuhan satu-satunya dan juga mengakui Muhammad selaku nabi-Nya agar masuk kedalam agama Islam secara kaffah dan agar mau melakukan intropeksi diri, sudahkah kita benar-benar beriman didalam Islam secara kaffah ?
Allah memerintahkan kepada kita agar melakukan penyerahan diri secara sesungguhnya, lahir dan batin tanpa syarat hanya kepada-Nya tanpa diembel-embeli hal-hal yang bisa menyebabkan ketergelinciran kedalam kemusryikan.
Bagaimanakah jalan untuk mencapai Islam Kaffah itu sesungguhnya ? al-Qur'an memberikan jawaban kepada kita :
"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling darinya, padahal kamu mengerti." (Qs. al-Anfaal 8:20)
Jadi Allah telah menyediakan sarana kepada kita untuk mencapai Islam yang kaffah adalah melalui ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya serta tidak berpaling dari garis yang sudah ditetapkan.
Taat kepada Allah dan Rasul ini memiliki aspek yang sangat luas, akan tetapi bila kita mengkaji al-Qur'an secara lebih mendalam lagi, kita akan mendapati satu intisari yang paling penting dari ketaatan terhadap Allah dan para utusan-Nya, yaitu melakukan Tauhid secara benar.
Tauhid adalah pengesaan kepada Allah. Bahwa kita mengakui Allah sebagai Tuhan yang Maha Pencipta yang tidak memiliki serikat ataupun sekutu didalam zat dan sifat-Nya sebagai satu-satunya tempat kita melakukan pengabdian, penyerahan diri serta ketundukan secara lahir dan batin.
Seringkali manusia lalai akan hal ini, mereka lebih banyak berlaku sombong, berpikiran picik laksana Iblis, hanya menuntut haknya namun melupakan kewajibannya. Tidak ubahnya dengan orang kaya yang ingin rumahnya aman akan tetapi tidak pernah mau membayar uang untuk petugas keamanan.
Banyak manusia yang sudah melebihi Iblis. Iblis tidak pernah menyekutukan Allah, dia hanya berlaku sombong dengan ketidak patuhannya untuk menghormati Adam selaku makhluk yang dijadikan dari dzat yang dianggapnya lebih rendah dari dzat yang merupakan sumber penciptaan dirinya.
Manusia, telah berani membuat Tuhan-tuhan lain sebagai tandingan Allah yang mereka sembah dan beberapa diantaranya mereka jadikan sebagai mediator untuk sampai kepada Allah. Ini adalah satu kesyirikan yang besar yang telah dilakukan terhadap Allah.
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan pendeta-pendeta mereka sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah, juga terhadap al-Masih putera Maryam; padahal mereka tidak diperintahkan melainkan agar menyembah Tuhan Yang Satu; yang tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (Qs. al-Bara'ah 9:31)
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, namun mereka berkata: "Mereka itu penolong-penolong kami pada sisi Allah !". Katakanlah:"Apakah kamu mau menjelaskan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit-langit dan dibumi ?" ; Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan." (Qs. Yunus 10:18)
Penyakit syirik ini dapat mengenai dan menyertai siapa saja, tidak terkecuali didalam orang-orang Islam yang mengaku bertauhid. Untuk itulah Allah memberikan perintah internal kepada umat Muhammad ini agar sebelum mereka melakukan Islamisasi kepada orang lain, dia harus terlebih dahulu mengIslamkan dirinya secara keseluruhan alias Kaffah dengan jalan mentaati apa-apa yang sudah digariskan dan dicontohkan oleh Rasul Muhammad Saw sang Paraclete yang agung, Kalky Authar yang dijanjikan.
Bagaimana orang Islam dapat melakukan satu kesyirikan kepada Allah, yaitu satu perbuatan yang mustahil terjadi sebab dia senantiasa mentauhidkan Allah ?
Sejarah mencatatkan kepada kita, berapa banyak orang-orang Muslim yang melakukan pemujaan dan pengkeramatan terhadap sesuatu hal yang sama sekali tidak ada dasar dan petunjuk yang diberikan oleh Nabi.
Dimulai dari pemberian sesajen kepada lautan, pemandian keris, peramalan nasib, pemakaian jimat, pengagungan kuburan, pengkeramatan terhadap seseorang dan seterusnya dan selanjutnya. Inilah satu bentuk kesyirikan terselubung yang terjadi didalam diri dan tubuh kaum Muslimin kebanyakan.
Mereka lebih takut kepada tokoh Roro Kidul ketimbang kepada Allah, mereka lebih hormat kepada kyai ketimbang kepada Nabi. Mereka lebih menyukai membaca serta mempercayai isi kitab-kitab primbon dan kitab-kitab para ulama atau imam Mazhab tertentu ketimbang membaca dan mempercayai kitab Allah, al-Qur'anul Karim.
Adakah orang-orang yang begini ini disebut sebagai Islam yang kaffah ? Sudah benarkah cara mereka beriman kepada Allah ?
Saya yakin, kita semua membaca al-Fatihah didalam Sholat, dan kita semua membaca "Iyyaka na'budu waiyya kanasta'in" yang artinya "Hanya kepada Engkaulah (ya Allah) kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah (ya Allah) kami memohon pertolongan".
Ayat ini berindikasikan penghambaan kita kepada Allah dan tidak memberikan sekutu dalam bentuk apapun sebagaimana juga isi dari surah al-Ikhlash :
"Katakan: Dialah Allâh yang Esa. Allâh tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada bagi-Nya kesetaraan dengan apapun." (Qs. al-Ikhlash 112:1-4)
Hanya sayangnya, manusia terlalu banyak yang merasa angkuh, pongah dan sombong yang hanyalah merupakan satu penutupan dari sifat kebodohan mereka semata sehingga menimbulkan kezaliman-kezaliman, baik terhadap diri sendiri dan juga berakibat kepada orang lain bahkan hingga kepada lingkungan.
Untuk mendapatkan kekayaan, kedudukan maupun kesaktian, tidak jarang seorang Muslim pergi kedukun atau paranormal, memakai jimat, mengadakan satu upacara ditempat-tempat tertentu pada malam-malam tertentu dan di-ikuti pula dengan segala macam puasa-puasa tertentu pula yang tidak memiliki tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya.
Apakah mereka-mereka ini masih bisa disebut sebagai seorang Islam yang Kaffah ? Dengan tindakan mereka seperti ini, secara tidak langsung mereka sudah meniadakan kekuasaan Allah, mereka menjadikan semuanya itu selaku Tuhan-tuhan yang berkuasa untuk mengabulkan keinginan mereka.
"Dan sebagian manusia, ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Tetapi orang-orang yang beriman adalah amat sangat cintanya kepada Allah." (Qs. Al-Baqarah 2:165)
Kepada orang-orang seperti ini, apabila diberikan peringatan dan nasehat kepada jalan yang lurus, mereka akan berubah menjadi seorang pembantah yang paling keras.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (Qs. al-Kahf 18:54)
"Tidakkah engkau pikirkan orang-orang yang membantah tentang kekuasaan-kekuasaan Allah ? Bagaimana mereka bisa dipalingkan ?" (Qs. al-Mu'min 40:69)
Orang-orang sekarang telah banyak yang salah pasang ayat, mereka katakan bahwa apa yang mereka lakukan itu bukanlah suatu kesyirikan melainkan satu usaha atau cara yang mesti ditempuh, sebab tanpa usaha Tuhan tidak akan membantu.
Memang benar sekali, tanpa ada tindakan aktif dari manusia, maka tidak akan ada pula respon reaktif yang timbul sebagai satu bagian dari hukum alam sebab-akibat. Akan tetapi, mestikah kita mengaburkan akidah dengan dalil usaha ?
Anda ingin kaya maka bekerja keras dan berhematlah semampu anda, anda ingin mendapatkan penjagaan diri maka masukilah perguruan-perguruan beladiri entah silat, karate, kempo, tenaga dalam dan sebagainya.
Anda ingin pintar maka belajarlah yang rajin begitu seterusnya yang pada puncak usaha itu haruslah dibarengi dengan doa kepada Allah selaku penyerahan diri kepada sang Pencipta atas segala ketentuan-Nya, baik itu untuk ketentuan yang bagus maupun ketentuan yang tidak bagus.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qs. al-Baqarah 2:216)
"Yang demikian itu adalah nasehat yang diberikan terhadap orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, karena barang siapa berbakti kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan bagi mereka satu pemecahan; dan Allah akan mengaruniakan kepadanya dari jalan yang tidak ia sangka-sangka; sebab barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan menjadi pencukupnya. Sesungguhnya Allah itu pelulus urusan-Nya, sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap sesuatu." (Qs. at-Thalaq 65:2-3)
Bukankah hampir semua dari kita senantiasa hapal dan membaca ayat dibawah ini dalam doa iftitahnya ?
"Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan sekalian makhluk, tiada serikat bagi-Nya, karena begitulah aku diperintahkan." (Qs. al-An'aam 6:162-163)
Anda membutuhkan perlindungan dari segala macam ilmu-ilmu jahat, membutuhkan perlindungan dari orang-orang yang bermaksud mengadakan rencana yang jahat dan keji, maka berimanlah anda secara sungguh-sungguh kepada Allah dan Rasul-Nya, InsyaAllah, apabila anda benar-benar Kaffah didalam Islam, Allah akan menepati janji-Nya untuk memberikan Rahmat-Nya kepada kita.
"Dan ta'atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat." (Qs. Ali Imran 3:132)
Rahmat Allah itu tidak terbatas, Rahmat bisa merupakan satu perlindungan, satu pengampunan, Kasih sayang dan juga bisa berupa keridhoan yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Apakah anda tidak senang apabila Tuhan meridhoi anda ? Seorang anak saja, apabila dia telah mendapatkan restu dan ridho dari kedua orangtuanya, anak tersebut akan memiliki ketenangan dan penuh suka cita didalam melangkah, apakah lagi ini yang didapatkan adalah keridhoan dari Ilahi, Tuhan yang menciptakan seluruh makhluk, yang berkuasa atas segala sesuatu ?
Jika Allah ridho kepada kita, maka percayalah Allah akan membatalkan dan mengalahkan musuh-musuh kita. Maka dari itu berkepribadian Kaffah-lah didalam Islam, berimanlah secara tulus dan penuh kesucian akidah.
Dalam kajian lintas kitab, kita akan mendapati fatwa dari 'Isa al-Masih kepada para sahabatnya mengenai kekuatan Iman :
Terjemahan Resmi: Baru: Matius: 17 17:19 Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?"
17:20 Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. al-Qur'an pun memberikan gambaran :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Qs. 2 al-Baqarah: 186)
Kita lihat, Allah akan mendengar doa kita, Dia akan memberikan Rahmat-Nya kepada kita dengan syarat bahwa terlebih dahulu kita harus mendengarkan dan percaya kepada-Nya, mendengar dalam artian mentaati seluruh perintah yang telah diberikan oleh Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya, khususnya kepada Rasul Muhammad Saw selaku Nabi terakhir yang universal.
Tidak perlu anda mendatangi tempat-tempat keramat untuk melakukan tapa-semedi, berpuasa sekian hari atau sekian malam lamanya dengan berpantang makan ini dan makan itu atau juga menyimpan, menggantung jimat sebagai penolak bala, pemanis muka, atau sebagai aji wibawa.
Ambillah al-Qur'an, bacalah dan pelajarilah, amalkan isinya ... maka dia akan menjadi satu jimat yang sangat besar sekali yang mampu membawa anda tidak hanya lepas dari derita dunia yang bersifat temporary, namun juga derita akhirat yang bersifat long and abide.
Yakinlah, bahwa sekali anda mengucapkan kalimah "Laa ilaaha illallaah" (Tiada Tuhan Selain Allah), maka patrikan didalam hati dan jiwa anda, bahwa jangankan ilmu-ilmu jahat, guna-guna, santet, Jin, Iblis apalagi manusia dengan segenap kemampuannya, Tuhan-pun tidak ada.
Kenapa demikian ? Sebab dunia ini telah dibuat terlalu banyak memiliki Tuhan-tuhan, semua berhala-berhala yang disembah oleh manusia dengan beragam caranya itu tetap dipanggil Tuhan oleh mereka, entah itu Tuhan Trimurti, Tuhan Tritunggal, Tuhan anak, Tuhan Bapa, Tuhan Budha dan seterusnya.
Manusiapun sudah menjadikan harta, istri dan anak-anak sebagai Tuhan, menjadikan para ulama sebagai Tuhan, menjadikan perawi Hadis sebagai Tuhan, menjadikan keluarga Nabi sebagai Tuhan dan seterusnya.
Karena itu Tauhid yang murni adalah Tauhid yang benar-benar meniadakan, menafikan segala macam jenis bentuk ketuhanan yang ada, untuk kemudian disusuli dengan keberimanan, di-ikuti dengan keyakinan, mengisi kekosongan tadi dengan satu keberadaan, bahwa yang ada dan kita akui hanyalah Tuhan yang satu, tanpa berserikat dan esa dalam berbagai penafsiran.
Itulah intisari dari Iman didalam Islam, intisari seluruh ajaran dan fatwa para Nabi terdahulu, dimulai dari Nuh, Ibrahim terus kepada Ismail, Ishak, Ya'kub, Musa hingga kepada 'Isa al-Masih dan berakhir pada Muhammad Saw.
Itulah senjata mereka, itulah jimat yang mereka pergunakan didalam menghadapi segala jenis kebatilan, segala macam kedurjanaan yang tidak hanya datang dari manusia namun juga datang dari syaithan yang terkutuk.
Dalam salah satu Hadits Qudsi-Nya, Allah berfirman : "Kalimat Laa ilaaha illallaah adalah benteng pertahanan-Ku; dan barangsiapa yang memasuki benteng-Ku, maka ia aman dari siksaan-Ku." (Riwayat Abu Na'im, Ibnu Hajar dan Ibnu Asakir dari Ali bin Abu Thalib r.a.)
Nabi Muhammad Saw juga bersabda : "Aku sungguh mengetahui akan adanya satu kalimat yang tidak seorangpun hamba bilamana mengucapkannya dengan tulus keluar dari lubuk hatinya, lalu ia meninggal, akan haram baginya api neraka. Ucapan itu adalah : Laa ilaaha illallaah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Untuk itu, marilah sama-sama kita memulai hidup Islam yang kaffah sebagaimana yang sudah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul, sekali kita bersyahadat didalam Tauhid, maka apapun yang terjadi sampai maut menjemput akan tetap Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang tiada memiliki anak dan sekutu-sekutu didalam zat maupun sifat-Nya.
Cobalah anda ikrarkan : Apapun yang terjadi sampai saya mati akan tetap berpegang kepada Laa ilaaha illallaah.
Segera kita tanggalkan segala bentuk kepercayaan terhadap hal-hal yang berbau khurafat, kita ikuti puasa yang diajarkan oleh Islam, kita contoh prilaku Nabi dalam keseharian, kita turunkan berbagai rajah dan tulisan-tulisan maupun bungkusan-bungkusan hitam yang kita anggap sebagai penolak bala atau juga pemanis diri yang mungkin kita dapatkan dari para dukun, paranormal atau malah juga kyai.
Nabi Muhammad Saw bersabda : "Barangsiapa menggantungkan jimat penangkal pada tubuhnya, maka Allah tidak akan menyempurnakan kehendaknya." (Hadist Riwayat Abu Daud dari Uqbah bin Amir)
"Ibnu Mas'ud berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, mantera-mantera, tangkal dan guna-guna adalah syirik." (Hadist Riwayat Ahmad dan Abu Daud )
"Sa'id bin Jubir berkata: orang yang memotong atau memutuskan tangkal (jimat) dari manusia, adalah pahalanya bagaikan memerdekakan seorang budak." (Diriwayatkan oleh Waki')
Percayalah, Allah adalah penolong kita.
"Sesuatu bahaya tidak mengenai melainkan dengan idzin Allah." (Qs. at-Taghabun 64:11)
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah ni'mat Allah kepadamu tatkala satu kaum hendak mengulurkan tangannya untuk mengganggu, lalu Allah menahan tangan mereka daripada (sampai) kepada kamu; dan berbaktilah kepada Allah; hanya kepada Allah sajalah hendaknya Mu'minin berserah diri." (Qs. al-Maaidah 5:11)
Apabila setelah kita melepaskan seluruh kebiasaan buruk tersebut kita mendapatkan musibah, bukan berarti Allah berlepas tangan pada diri kita dan kitapun bertambah mendewakan benda-benda, ilmu-ilmu yang pernah kita miliki sebelumnya.
Akan tetapi Allah benar-benar ingin membersihkan kita dari segala macam kemunafikan, menyucikan akidah kita, hati dan pikiran kita sehingga benar-benar berserah diri hanya kepada-Nya semata.
"Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka akan dibiarkan berkata: "Kami telah beriman", padahal mereka belum diuji lagi ?" (Qs. al-Ankabut 29:2)
"Dan sebagian dari manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", tetapi manakala ia diganggu dijalan Allah, maka ia menjadikan percobaan manusia itu seperti adzab dari Allah; dan jika datang pertolongan dari Tuhan-mu, mereka berkata: "Sungguh kami telah berada bersamamu."; Padahal bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada-dada makhluk ?" (Qs. al-Ankabut 29:10)
"Dan sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan mengetahui orang-orang yang munafik." (Qs. al-Ankabut 29:11)
Nabi juga bersabda : "Bilamana Allah senang kepada seseorang, senantiasa menimpakan cobaan baginya supaya didengar keluh kesahnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bagaimana bila sebagai satu konsekwensi dari usaha kembali kepada jalan Allah tersebut kita gugur ? Jangan khawatir, Allah telah berjanji bagi orang-orang yang sudah bertekad untuk kembali pada kebenaran :
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan." (Qs.at-Taubah 9:20)
"Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik". (Qs. ali Imran 3:195)
"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar." (Qs. an-Nisa' 4:74)
Kembali kejalan Allah adalah satu hijrah yang sangat berat, godaan dan gangguan pasti datang menerpa kita dan disanalah kita dipesankan oleh Allah untuk melakukan jihad, melakukan satu perjuangan, melibatkan diri dalam konflik peperangan baik dengan harta maupun dengan jiwa (tentunya ini tidak berlaku bagi mereka yang cuma melakukan teror dengan membunuh diri).
Dengan harta mungkin kita harus siap apabila mendadak jatuh miskin atau juga melakukan kedermawanan dengan menyokong seluruh aktifitas kegiatan umat Islam demi tegaknya panji-panji Allah; berjihad dengan jiwa artinya kita harus mempersiapkan mental dan phisik dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat ketidak senangan sekelompok orang atau makhluk dengan hijrah yang telah kita lakukan ini.
Apakah anda akan heran apabila pada waktu anda masih memegang jimat anda merupakan orang yang kebal namun setelah jimat anda tanggalkan anda mendadak bisa tergores oleh satu benturan kecil ditempat tidur ? Bagaimana anda memandang keperkasaan seorang Nabi yang agung yang bahkan dalam perperanganpun bisa terluka dan juga mengalami sakit sebagaimana manusia normal ?
Percayalah, berilmu tidaknya anda, berpusaka atau tidak, bertapa maupun tidaknya anda bukan satu hal yang serius bagi Allah apabila Dia sudah menentukan kehendak-Nya kepada kita.
"Berupa apa saja rahmat yang Allah anugerahkan kepada manusia, maka tidak ada satupun yang bisa menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Gagah, yang Bijaksana." (Qs. Fathir 35:2)
Apabila memang sudah waktunya bagi kita untuk mendapatkan musibah (baik itu berupa maut dan lain sebagainya) maka dia tetap datang tanpa bisa kita mundurkan atau juga kita majukan, tidak perduli anda punya ilmu, punya jimat atau seberapa tinggi kedudukan sosial anda.
"Bagi tiap-tiap umat ada batas waktunya; maka apabila telah datang waktunya maka mereka tidak dapat meminta untuk diundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat meminta agar dimajukan." (Qs. al-A'raf 7:34)
"Masing-masing Kami tolong mereka ini dan mereka itu, sebab tidaklah pemberian Tuhanmu itu terhalang." (Qs. al-Israa 17:20)
Demikianlah, semoga kita semua bisa mendapatkan hikmah dari tulisan ini.
Wassalam,

Batu Melayang

BATU TERAPUNG/ BATU MELAYANG
Assalamu'alaykum Wr. Wb,
Beberapa waktu terakhir ini marak email masuk dibeberapa milis keagamaan dan juga ada yang mengirim Via Japri mengenai adanya batu melayang berikut file attachmentnya berupa foto tersebut ...
Terus terang saya pribadi belum pernah menyaksikan sendiri fenomena tersebut, jika hanya patokannya bahwa di foto batu itu kelihatan benar-benar melayang maka saya katakan photo bisa dimanipulasi dengan aplikasi desain grafis, dan jikapun ada VCD nya maka itupun bisa dimanipulasi dengan trik kamera dan semacamnya.
Beragama harus tegas, jelas dan cerdas, semua doktrin agamapun pada hakekatnya demikian, mengandung pembelajaran bagi manusia, bahwa manusia harus berpikir, mengkaji dan melakukan analisa demi analisa untuk menangkap ilmu-ilmu Tuhan yang tersebar dialam semesta baik yang sifatnya fisik maupun metafisik.
Didorong rasa ingin tahu yang mendalam guna memperjelas masalah tersebut, saya mencoba mencari tahu keberbagai sumber, dan dari beberapa sumber tersebut ada beberapa yang menarik, misalnya :
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
Re: [EMAIL PROTECTED] Batu malayang Zulharbi Salim Sun, 01 Jan 2006 09:38:58 -0800
http://72.14.203.104/search?q=cache:2CjVqM_Z_mgJ:www.mail-archive.com/palanta%40minang.rantaunet.org/msg13538.html+batu+melayang&hl=id
Assalamu'alaikum wr.wb.
Ananda Efri Safitra, Membaca pertanyaan ananda tentang ada batu melayang ketika Nabi Muhammad SAW Mi'raj di Masjidil Aqsa sebagai tempat berpijak Nabi ketika naik ke langit. Riwayat Isra' Mi'raj dalam Kisah Para Nabi disinggung sebagai "hajar" tempat berpijak Nabi Muhammad ketika Mi'raj kelangit ingin ikut bersama Nabi Muhammad benar-benar ada. Sebagai mu'jizat, Nabi melarang batu itu ikut dan memerintahkan batu tersebut kembali ketempat asalnya semula. Ada yang mengatakan riwayat ini termasuk dho'if (lemah).
Batu yang dimaksud masih ada sampai sekarang, tepatnya terletak di bawah Qubbah Sakhra (disebut Mesjid Umar Ibn Khattab, karena Umar bin Khattablah yang semula membangunnya), bukan terletak di dalam Mesjid Al-Aqsha. Antara Masjid Umar dan Masjid Aqsha dibatasi oleh lapangan luas.
Penulis pribadi alhamdulillah sudah berkesempatan dengan izin Allah berkunjung beberapa kali ke Baitul Maqdis (Jerusalem) dan shalat di sana, terakhir tahun 2001 dari Damaskus. Kunjungan saya pertama ketika bersama-sama dengan pasukan PBB Garuda VIII tahun 1975, dilanjutkan kunjungan berikutnya ketika bertugas sebagai wartawan LKBN Antara untuk Cairo dan Timur Tengah. Kunjungan penulis ikut bersama rombongan Presiden Anwar Sadat (1977) dalam kunjungan spektakuler bersejarah missi perdamaian Anwar Sadat setelah perundingan Camp David tercapai dan menginap di King Daud Hotel yang terkenal itu. Kunjungan ini bulan Nopember 1977 bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, dimana rombongan Pres. Sadat shalat Idul Adha di Masjid Al-Aqsha.
Dalam kunjungan-kunjungan itu, saya berusaha menyaksikan kebenaran "batu melayang" itu. Ternyata memang ada batu itu, dahulu konon memang terpisah (melayang) tetapi sekarang tidak terputus seperti yang ditulis, tetapi masih menyambung dengan tanah dan sudah dibangun tangga untuk turun naik. Ketika kita berada dibawah batu tersebut dapat melihat dengan jelas bahwa batu itu menyatu dengan tanah (sekarang), hanya terangkat dari tanah lebih kurang 2 meter sehingga kita dapat berdiri dibawahnya. Konon, batu inilah yang diperintahkan Rasulullah untuk tidak ikut mi'raj bersamanya dan tetap berada di tempatnya. Ketika ditanyakan kepada penjaganya dijawab memang benar.
Riwayat ini kami terima turun temurun sebagai penjaga Masjidil Aqsha.
Adapun dalam foto terlihat bahwa batu seperti terlepas/terpisah, kemungkinan adalah tipuan kamera belaka atau foto itu diambil dari posisi sambungan antara batu dan tanah cuacanya gelap atau sengaja dikaburkan. Pemerintah Israel (Yahudi) tidak pernah melarang untuk melihat batu tersebut. Apabila anda berkesempatan berziarah ke Baitul Maqdis dan shalat di Masjid Suci Ketiga itu, silakan melihat sendiri keberadaan batu itu.
Wallahu a'lam bissawab .. Wassalam Zulharbi Salim (63)
Website: http://www.rantaunet.org/ <><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
Dari tulisan tersebut, dengan asumsi benar adanya, maka ada beberapa hal yang perlu saya cermati :
1. Photo yang disebar dan dikirim keberbagai milis termasuk ke Japri saya bertolak belakang dengan apa yang tertulis diatas, bahwa photo batu melayang itu berlatar belakang mobil dan ditempat terbuka. Sementara menurut Bpk. Zulharbi Salim ini batu itu sejak tahun 1977 dimana beliau melihatnya batu tersebut terletak di bawah Qubbah Sakhra (bukan seperti didalam photo yang terletak udara terbuka)
2. Dalam beberapa klaim disebutkan batu itu berada dimasjid al-aqsha, sementara menurut Bpk. Zulharbi Salim batu itu terletak di Masjid Umar (Dome of Rock) yang memang berlokasi tidak berjauhan dengan Masjid al-Aqsha
3. Dalam beberapa klaim dan photo juga memperlihatkan bahwa posisi batu itu masih melayang, sedangkan menurut Bpk. Zulharbi Salim itu adalah kononnya, fakta sekarang ini batu itu sudah menyatu dengan tanah. Posisi batu itu bila dilihat dari bawah tangga kelihatan sekitar 2 meter dari atas tanah. Dengan demikian kata konon masih belum bisa dijadikan parameter untuk menentukan validitas terhadap sesuatu.
4. Bahwa pernyataan pihak Yahudi menutup-nutupi keberadaan batu tersebut sama sekali tidak benar.
5. Dari sisi ilmiah, belum ada laporan mengenai penyelidikan ilmiah terhadap batu tersebut, setidaknya jika ini memang benar tentunya akan mengundang banyak peneliti untuk mengadakan penyelidikan dan mengeluarkan bermacam teori seperti halnya Black Hole, Segitiga Bermuda, Segitiga Formosa dan seterusnya, paling tidak dari satu sisi menyangkut peninggalan Nabi Yehezkiel dengan cerita penerbangannya didalam alkitab sudah diselidiki oleh para ahli, kenapa kasus ini seolah tidak terperhatikan ?
Sebagai bahan bacaan penambah khasanah saja, berikut akan saya cuplikkan beritanya :
Diterangkan dalam kitab Injil bahwa nabi Yehezkiel dibawa oleh pesawat ruang angkasa kesuatu tempat, dengan keterangan: “Dalam tahun keduapuluh lima sesudah pembuangan kami, yaitu pada permulaan tahun, pada tanggal sepuluh bulan itu, dalam tahun keempat belas sesudah kota itu ditaklukkan, pada hari itu juga kekuasaan Tuhan meliputi aku (Yehezkiel) dan dibawaNya aku dalam penglihatan-penglihatan Illahi ke tanah Israel dan menempatkan aku di atas sebuah gunung yang tinggi sekali. Di atas itu dihadapanku ada yang menyerupai bentuk kota. Kesanalah aku dibawanya. Dan lihat, ada orang yang kelihatan seperti tembaga dan ditangannya ada tali lenan beserta tongkat pengukur; dan ia berdiri di pintu gerbang. Orang itu berbicara kepadaku:”Hai anak manusia, lihatlah dengan teliti dan dengarlah dengan sungguh-sungguh dan perhatikanlah baik-baik segala sesuatu yang akan kuperlihatkan kepadamu, karena untuk itulah kau dibawa kemari supaya aku memperlihatkan semua itu kepadamu..”(Yehezkiel 40:1-4)”
Dalam bukunya yang terkenal, yang dalam edisi bahasa Indonesianya berjudul: Asal Usul Kecerdasan Manusia, Erich von Däniken memberi komentar lebih lanjut:”Kemana Yehezkiel di bawa?” Blumrich juga telah bertanya:”Dimanakah Yehezkiel?”
Yehezkiel memberikan ukuran yang tepat tentang empat pintu gerbang utama pada sebuah gereja, memberikan arah kompas mengenai letak gerbang-gerbang itu dan akhirnya menyebuktan adanya sebuah sungai kecil yang ada di sisi gereja dan menjadi sungai besar di sebuah lembah luas. Juga ditekankan bahwa Yehezkiel dibawa ke sebuah gunung yang sangat tinggi.
Dengan bukti sedikit ini, Erich von Däniken berusaha keras menemukan dimana lokasi dan peninggalan gereja itu. Yang pasti Yehezkiel tidak mengetahui nama gunung itu. Tak mungkin ia dibawa ke Yerusalem atau Babilonia karena ia pernah tinggal lama di daerah-daerah itu.
Mungkinkah Yehezkiel dibawa ke kuil Inca di Amerika Selatan? Jawaban ini dibantah karena kuil Inca tidak mempunyai empat pintu utama, tiang-tiang maupun halaman depan. Ataukah ia dibawa ke piramid, ke sebuah kuil di Amerika Tengah? Namun di sana tidak terdapat gunung yang amat tinggi.
Akhirnya seorang pembaca dari buku-buku Erich von Däniken menulis surat kepadanya. Seorang pembaca Jerman yang bernama Marier itu memberitahu penulisan tentang kuil-kuil di Srinagar di Tanah Kashmir. Anehnya salah satu kuil iu dinamakan Kuil Yahudi dan kuil ini mempunyai empat pintu dan sebuah halaman depan dan segala sesuatu yang seharusnya dipunyai oleh Kuil Yahudi.
Pembaca yang baik hati itu juga menyelipkan denah kuil itu di dekat Martand, tiga puluh kilometer dari Srinagar. Suatu hal yang sangat cocok bahwa didekat kuil itu ada sebuah sungai kecil yang akhirnya menjadi aungai di tanah Kashmir. Pegunungan yang amat tinggi, yakni Himalaya menghiasi latar belakangnya.
Memang kuil Yahudi di Srinagar itu disebut juga “Kuil Matahari” (Sun temple) dan merupakan reruntuhan kuil paling besar di Kashmir. Ketika Erich von Däniken mengadakan suatu ekspedisi pada tahun 1976 kesana, mereka melihat halaman depan dengan pintu utama, tujuan tangga dan ruang suci di dalamnya. Dan memanglah terdapat sebuah sungai kecil di dekat reruntuhan yang memantulkan pegunungan Himalaya. Suatu perkiraan bahwa Yehezkiel pasti diangkut dengan pesawat ruang angkasa dan mendarat di halaman depan itu: “Lalu dibawanya aku ke pintu gerbang yang menghadap ke sebelah Timur. Aungguh, kemuliaan Allah Israel datang dari sebelah timur dan terdengarlah suara seperti air terjun yang menderu dan bumi bersinar karena kemuliaanNya. Yang kelihatan kepadaku itu adalah seperti yang kelihatan kepadaku ketika Ia datang untuk memusnahkan kota itu dan seperti yang kelihatan kepadaku di tepi sungai Kebar, maka aku sembah sujud. Sedang kemuliaan Tuhan masuk di dalam bait Suci melalui pintu gerbang yang menghadap kesebelah Timur.”(Yehezkiel 43:1-4).
Bandingkan denah Temple of Martand (gambar di atas) dengan denah bait suci (kuil) yang digambarkan oleh Nabi Yehezkiel. Lihat: Denah Ezekiel Temple.
Dalam teks di atas secara jelas telah disebutkan bahwa pesawat ruang angkasa itu memasuki kuil. Apakah mungkin ada jejak yang dapat dilacak di daerah itu? Selama dua hari penuh mereka berjalan mengelilingi daerah itu dengan alat pengukur radiasi (Geiger counter). Namun tak terjadi apa-apa, hingga pada sebuah jalur yang muncul pada pintu utama, jarum jarum bergetar dengan hebat disertai suara gemertak keras mengganggu telinga melalui earphone selama beberapa detik.
Jalur yang mengandung radiasi itu membuat medan radiasi radioaktif selebar 1,50 meter. Berapakah panjangnya? Perlahan lahan Erich berjalan dari ujung sebelah kanan menuju kekiri. Detakan di telinga terus terdengar tapi tidak merata. Mereka menggunakan monitor elektronik portable, type TMB2. 1, dibuat oleh perusahaan Munich Munchner Apparatebau. Alat ini biasa dipakai untuk mengukur serta mengontrol radiasi alpha, beta gamma dan neutron.
Pada tempat-tempat tertentu jarum menunjuk pada akhir skala, sehingga timbul pertanyaan: Apakah kita berjalan diatas sebuah jaringan uranium jauh dibawah tanah? ataukah ada tambang radioktif di dalam tanah?
Di tempat suci (Bait Suci) dari kuil yang telah runtuh itu terdapat batu persegi yang padat dan tampak seperti sebongkah beton buatan dengan sisi sepanjang 2.80 meter. Tinggi tak dapat diukur karena dasarnya tenggelam ke dalam tanah. Alat detektor mereka menunjukkan bahwa mungkin lempengan batu itu mempunyai inti bahan bahan metal.
Keesokan harinya teman teman dari Erich von Daniken yang merupakan ahli arkeologi bernama Profesor Hassnain dan Kohl membawa mereka ke reruntuhan Pashaspur, yang juga cukup dekat dengan Shrinagar. Mereka menunjukkan tiga kuil yang berbeda tetapi masing-masing memiliki batu batu persegi yang amat padat, seperti yang dijumpai sebelumnya. Sekali lagi teks dalam Yehezkiel membuat kita semua keheranan:
“Hai anak manusia, inilah tempat tahtaKu dan inilah tempat tapak kakiKu, di sinilah Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel selama-lamanya.”(Yehezkiel 43:7).
Apakah Tuhan meninggalkan jejak di lantai Bait Suci yang memberi suatu tanda bahwa adanya sebuah deposit atau pesan yang amat penting sekali? Ataukah pengunjung dari luar bumi itu meninggalkan “sesuatu” yang diperuntukkan bagi kita dalam blok batu misterius itu yang masih menunjukkan kehadiran mereka walaupun telah berabad-abad lamanya.
“Saya ingin membujuk kaum ilmuwan India agar mau memecah batu itu untuk menyelidiki badian dalamnya, hingga tahu apa sebabnya terdapat radiasi” demikian kata Erich von Däniken mengakhiri analisanya terhadap kitab Yehezkiel yang berhasil dengan gemilang. Sedang apa yang terjadi sesungguhnya pada tahun 600 sebelum masehi itu kita hanya dapat mengira-ngira bahwa Tuhan telah menunjukkan istanaNya di bumi pada manusia yang bernama Yehezkiel. Benarkah “kuil Yahudi” atau “Kuil Matahari” itu istana Tuhan di Bumi?
Demikian sedikit yang bisa saya sharing mengenai hal ini, bahwa seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, umat Nabi Musa pernah menyaksikan hal yang lebih fantastis dari sekedar batu melayang, mereka menyaksikan bagamana sebuah tongkat menjelma menjadi ular dan bagaimana laut bisa membelah sehingga kaum Israel bisa menyebrang dari Mesir ... tetapi fakta ini sama sekali tidak memberikan efek berarti bagi kehidupan rohani mereka. Itulah kira-kira kenapa Nabi Muhammad diberikan sesuatu yang bisa melekat dan bisa dipelajari menemus batasan waktu dan jaman.
Wassalam,

Jihad

JIHAD
Assalamu'alaykum Wr. Wb,
Ajaran Jihad adalah ajaran yang mulia, didalamnya ada pesan-pesan moral dan hukum yang saling terintegrasi satu dengan yang lain. Orang yang berjihad adalah orang yang berperang, dan fakta bahwa hidup ini pun merupakan sebuah peperangan, baik perang dalam arti phisik maupun ideologi, baik dalam makna senjata atau makna mempertahankan kelangsungan hidup.
Jihad identik dengan peperangan antara kebenaran melawan kejahatan, antara yang hak dan yang batil karena itu istilah Jihad pun identik pula dengan perang suci, dan secara logika, jika sesuatu disebut dengan perang maka didalamnya harus ada dua orang atau lebih yang saling berhadapan dan saling berlawanan, saat sesuatu itu hanya bersifat sebelah tangan saja maka dia tidak bisa disebut dengan berjihad.
Beranjak dari sini maka patut dikaji lebih jauh apakah aksi-aksi pengeboman termasuk aksi bunuh diri terhadap orang-orang yang notabene tidak ada sangkut paut dengan permusuhan yang terjadi antara pihak kebenaran dan pihak kebatilan bisa dikategorikan dengan jihad yang diajarkan oleh Islam ?
Saat katakanlah misalnya negara Amerika sebagai negara yang paling bertanggung jawab atas berbagai kejahatan kemanusiaan diberbagai penjuru dunia Muslim, maka tindakan pemboikotan atas produk-produk Amerika, pembunuhan atas semua orang-orang Amerika yang berada dinegara lain yang sama sekali tidak terlibat dalam semua tindakan, perilaku maupun pengambilan keputusan pemerintahan dinegara Amerika itu sendiri bisa disebut sebagai jihad ?
Jika ini dijawab benar maka saya menyatakan bahwa keadilan didalam Islam tidak lebih dari sekedar lips service saja, tidak berbeda dengan konsep cinta kasih yang sering diumbar oleh orang-orang Kristen, semua hanya menjadi postulat-postulat yang sama sekali kosong makna, lain kulit lain isinya dan agama memang hanya sekedar candu sebagaimana dikatakan oleh Karl Marx.
Ini adalah cara pandang yang amat sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, Islam tidak demikian, ajaran Islam begitu mengedepankan nilai-nilai keadilan, nilai-nilai rahmat, cinta kasih dan obyektifitas. Saat Islam identik dengan kekerasan yang subyektifitas maka saat itu juga Islam melepaskan baju Rahmatan lil'alaminnya, Islam is war, Islam is terorist religion and Islam is a hoax.
Dimasa awal wahyu turun kepada Nabi Muhammad, perang dalam arti bentrokan phisik yang berdiri dibawah satu komando belum menjadi satu syariat yang diwajibkan, masing-masing orang berperang dengan cara mereka masing-masing. Karena itu sejarah Islam dalam periode Mekkah dipenuhi dengan berbagai penderitaan para sahabat yang dizalimi oleh kaum Kafir Quraisy. Sebut saja contoh penderitaan Bilal bin Rabah yang dipanggang diatas panasnya gurun pasir berikut beban batu besar diatas tubuhnya oleh majikannya sendiri bernama Umayah bin Khalaf, lalu Amar bin Yasir beserta kedua orang tuanya yang diseret dengan keji oleh Bani Makhzum, lalu ada juga kisah Habab bin al-Arat yang disiksa tuannya dengan api dan besi panas yang ditusukkan kepunggungnya dan sebagainya.
Atas semua perlakuan tersebut Nabi Muhammad belum menyerukan kepada umatnya untuk melakukan peperangan terbuka, disamping wahyu untuk ini memang belum turun kepada Nabi, situasi dan kondisi umat Islam juga memang sangat tidak memungkinkan untuk terjadinya peperangan. Dari fakta sejarah ini umat Islam pun diajar bagaimana menyikapi perlakuan orang-orang Kafir terhadap dirinya saat situasi memang tidak mendukung. Disini Jihad dalam makna lebih luas diperlukan, Jihad tidak hanya berbuat sesuatu secara phisik tetapi juga secara non phisik, baik berupa materi maupun non materi.
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan. -Qs. 9 at-taubah :20
Inilah yang sudah pula dicontohkan oleh generasi Muslim pertama yang berlatar belakang saudagar seperti Khadijjah al-Kubra, Abu Bakar dan Usman bin Affan yang melakukan jihad melalui harta kekayaan mereka untuk kemajuan umat, untuk membebaskan umat dari belenggu kekafiran, belenggu penyiksaan phisik dan batin serta melepaskan umat dari kejumudan.
Adalah sangat tidak benar apabila kita membenci sesuatu kaum atas ulah pemerintahannya yang bersifat subyektif terhadap umat Islam dibeberapa negara dengan melakukan pembalasan-pembalasan semacam boikot produk, pengeboman ataupun teror-teror yang pada hakekatnya mengintimidasi rakyat dari kaum tersebut yang sekali lagi tidak terlibat dalam urusan politik negaranya. Banyak saja rakyat Amerika yang tidak setuju dengan cara dan perilaku politik George Bush, banyak juga rakyat Australia yang keberatan dengan tindakan John Howard yang membantu misi perang Amerika di Irak, begitu juga rakyat Inggris yang tidak sependapat dengan keputusan Tony Blair dan seterusnya dan sebagainya.
Mereka adalah manusia-manusia biasa, rakyat biasa sama halnya dengan kita dan saudara-saudara kita yang seringkali terjebak dalam situasi sulit atas ulah pemerintahan kita sendiri yang zalim. Okelah misalnya dari sisi akidah mereka berbeda dengan kita namun itu tetap tidak menjadikan alasan untuk melakukan perbuatan anarkis terhadap mereka. Apa yang dilakukan oleh katakanlah seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken, Texas dan berbagai perusahaan importir serta waralaba luar negeri di Indonesia pada prinsipnya adalah menyangkut bisnis, menyangkut sisi ekonomi dan selama kita tidak bisa membuktikan bahwa diluar prinsip ini mereka menyimpan motif tersembunyi, maka sejauh itu kitapun harus mengedepankan prinsip obyektifitas Islamiah.
Saya mempunyai gambar-gambar seperti iklan Coca-Cola yang menggunakan masjid al-Aqsha sebagai latar belakangnya dengan membuat kubah masjid itu berwarna merah dan bertuliskan Coca-Cola, sayapun mempunyai gambar Pepsi yang menampilkan iklan seorang anak yang baru saja mengalami kekerasan dari pihak Israel sebagai latar belakangnya namun saya masih belum yakin jika itu memang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. Ini adalah masalah bisnis, didalam bisnis saling jatuh menjatuhkan sesama pesaingnya melalui berbagai macam cara adalah sesuatu yang lumrah, bisa saja gambar-gambar itu sengaja direkayasa oleh mereka yang tidak ingin perusahaan tersebut maju, rasanya dari sisi logika ekonomi, tindakan pemasangan iklan semacam itu hanya akan menimbulkan dampak merugikan bagi perusahaan itu sendiri, omset jelas akan menurun, produk-produknya kemungkinan besar akan diboikot malah bisa saja semua cabang atau perwakilannya dinegara-negara Muslim akan dihancurkan ... jelas sekali lagi ini menyalahi prinsip ekonomi.
Sekali lagi, kita harus bersikap obyektif, selama kita tidak bisa membuktikan validitas dari tuduhan kita maka selama itu juga kita harus adil terhadap mereka.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu kerjakan. -Qs. al-Ma'idah 5:8
Sekali anda bertindak tidak adil apapun alasannya maka saat itu juga anda sendiri melawan ayat al-Qur'an diatas.
Islam memiliki syarat-syarat tersendiri didalam menerapkan hukum berjihad, dan dari sisi logika berpikir, semua persyaratan tersebut sangatlah manusiawi dan tidak menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan.
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar." -Qs. 22 al-Hajj : 39-40
Disini berperang (khususnya secara phisik) wajib bagi orang-orang Islam yang negaranya diserang oleh negara lain, dalam tahapan ini umat Islam harus mempertahankan dirinya, harus mempertahankan hak mereka atas negara yang mereka diami dari manuver-manuver asing yang berusaha merebut dan mengusir kependudukan kita diatas negara kita sendiri.
Karenanya beranjak dari ayat ini, wajib atas orang-orang Palestina, orang-orang Chechnya, orang-orang Iraq, orang-orang Afganisthan dan sebagainya untuk melakukan perang, mengobarkan semangat Jihad terhadap agresor tanah air mereka..
Lalu bagaimana dengan umat Islam yang lain diluar negara-negara tersebut, apakah mereka pun dikenakan kewajiban yang sama sebab didalam Islam persaudaraan itu amatlah penting ?
Pertama, ayat diatas merujuk pada kewajiban yang sangat mutlak bagi rakyat yang negaranya diserang atau dijajah saja, implikasinya, rakyat yang berada diluar daerah atau negara tersebut secara hukum tidak terbebani secara mutlak untuk ikut membantunya. Dalam bahasa agama, kewajiban membela tanah air adalah fardhu 'ain atas masyarakat Islam yang negaranya diserang oleh negara-negara agresor, dan menjadi Fardhu Kifayah atas masyarakat Islam diluarnya untuk ikut membela negara tersebut.
Kita bisa ikut berjihad atas nama persaudaraan Islam dengan dua cara :
Jalan pertama kita berangkat secara phisik kenegara yang bersangkutan dan ikut mengangkat senjata terhadap negara dan pendudukan asing, jalan kedua melakukan jihad dengan harta benda dan pemikiran yang kita miliki. Misalnya dengan jalan membantu penyaluran dana, pemasokan senjata terhadap pejuang-pejuang Palestina, Chechnya, Iraq, Afganisthan dan sebagainya itu, melakukan kecaman dan protes kepada negara-negara agresor melalui perwakilannya dinegara kita masing-masing atau juga secara kenegaraan menghimbau diadakan perdamaian melalui forum dunia seperti PBB, NATO, OKI, OPEC dan sejenisnya.
Dalam situasi dan kondisi global seperti sekarang ini, adalah tidak mudah bagi suatu negara untuk secara terbuka melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan negara-negara adidaya karena negara yang bersangkutan terlibat konflik atau aksi kemanusiaan berdarah dinegara lainnya, apalagi bila negara adidaya ini begitu memegang peranan didalam percaturan politik dunia, baik dalam teknologi, komunikasi, persenjataan, perekonomian dan lain-lainnya. Ditambah antar negara-negara Islam sendiri hampir tidak ada kata persaudaraan, semuanya mementingkan diri sendiri, sehingga sebagaimana faktanya, hancurlah rezim Taliban di Afganisthan, porak-porandalah Iraq berikut rezim Saddam Husiennya, kusut masainya kondisi Palestina bersama gerakan Hamasnya, carut-marutnya situasi dinegara-negara bekas Uni Soviet dan lain sebagainya.
Semua fakta dan hal-hal yang melatar belakanginya inilah yang langsung maupun tidak langsung ikut menentukan pengambilan keputusan yang sifatnya crusial secara kenegaraan terhadap negara-negara agresor semacam Amerika, Australia, Prancis dan Inggris.
Olehnya Jihad tidak selalu harus dilakukan secara phisik, apalagi bila itu tidak secara langsung berhubungan dengan diri atau negara kita, setidaknya dari sisi immateri kita juga bisa berdoa kepada Allah agar kemenangan selalu diberikan kepada kaum Muslimin yang berjuang untuk negaranya.
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya). -Qs. an-Nisa' 4:84
Orang-orang Islam yang melakukan pengeboman di Indonesia dengan kedok membalas dendam terhadap ulah negara-negara agresor menurut hemat saya sudah salah sasaran, sebab notabene yang menjadi korban bukan lawan yang memang memerangi kita, lihatlah korban-korban yang jatuh, disana ada anak-anak, ada wanita, ada orang tua, ada satpam, ada pengendara motor yang sedang melintas, ada orang yang sedang berjualan mencari nafkah dan ada orang-orang tak berdosa lainnya. Ini bukan takdir jika mereka berbicara masalah takdir, ini adalah konsekwensi dari ulah perbuatan mereka yang salah, jika semuanya dilarikan atas nama takdir, maka orang akan mudah menyalahkan Tuhan dan ini satu ketimpangan berpikir.
Secara sederhana saja saya akan bawa anda pada analogi-analogi yang diberikan al-Qur'an :
"Kamu tidak dibalas melainkan apa yang sudah kamu kerjakan "- Qs. 36 Yasin : 54
"Bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain, dan seseorang tidak akan mendapat ganjaran melainkan apa yang telah dia kerjakan" - Qs. 53 an-Najm : 39
Artinya, seorang tidak menanggung beban orang lain, jika yang salah bapaknya maka bukan anaknya yang harus dihukum tetapi tetap sibapaknya, jika anda menabrak seseorang dijalan raya, maka yang ditangkap oleh pak polisi tentu bukan istri anda, bukan anak anda, tetapi anda, karena anda yang menabrak. Saat anda melakukan perbuatan yang salah dan keluarga anda yang harus menjadi terdakwanya, maka ini bukan hukuman yang adil.
Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah pula anak dihukum mati karena ayahnya; Setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri." (Ulangan 24:16)
"Orang yang berbuat dosa, itulah yang harus mati. Anak tidak akan ikut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah pun tidak akan ikut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung diatasnya. (Yehezkiel 18:20)
Itulah sebagai tambahan dari ayat-ayat dalam Perjanjian Lama.
Anda bukalah al-Qur'an, hampir semua ayat berjihad selalu digandeng dengan kata "..dengan harta dan jiwa mereka ..." ini semua mengisyaratkan bahwa Jihad tidak harus dalam makna perang phisik, adu kekerasan. Saat misalnya kita sedang mencari nafkah untuk anak istri kita, itu merupakan jihad, saat anda yang masih kuliah melakukan proses belajar mengajar, itupun jihad dalam rangka mencari ilmu memenuhi perintah Allah, seorang TNI yang mengabdi pada negara, menjaga misalnya kepulauan Ambalat agar tidak direbut oleh Malaysia, maka itupun jihad namanya. Saat kita melakukan perang pemikiran melawan misi Kristenisasi itupun sudah jihad. Jadi intinya kata jihad itu maknanya luas sekali dan memang secara terminologi kata Jihad berarti bersungguh-sungguh.
Nabipun pernah bersabda sepulang dari perang Badar :
Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju pada jihad yang besar yaitu jihad melawan hawa nafsu - Hadis Riwayat al-Khatib dari Jabir
Sesungguhnya musuh paling besar manusia ini adalah nafsunya sendiri, dia bisa saja berceramah panjang lebar pentang ayat dan kitab tetapi seringkali ia tidak mampu mengekang nafsunya untuk berlaku aniaya, bersyahwat, berlaku sombong, merasa diri paling alim, paling benar sendiri, paling kaya, paling hebat dan serba paling lainnya.
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. -Qs. 12 Yusuf :53
Ada juga segelintir orang yang memahami ayat al-Qur'an mengenai Jihad secara salah sehingga amalnya pun bukan menjadi rahmat tetapi menjadi bencana untuk orang lain.
Perangilah orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang sudah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. - Qs. 9 at-Taubah : 29
Padahal ayat ini berkorelasi dengan ayat berikut :
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka sahabat hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawanlah dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun diantara mereka sebagai sahabat, dan jangan (pula) sebagai penolong, kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. - Qs. 4 an-Nisaa' 89-90
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. - Qs. 8 al-Anfaal : 61
Artinya : Selama orang-orang kafir itu membuat permusuhan dengan kita, melakukan intimidasi, agresi dan semacamnya maka berhak atas kita untuk mengobarkan peperangan terhadap mereka sampai mereka mundur dari penyerangannya itu, dan tidak benar bagi kita untuk mengangkat mereka sebagai sahabat, sebagai partner kerja sebagai rekan bisnis apabila mereka berusaha menghalang-halangi kita dari jalan Allah, mencegah kita agar tidak sholat, tidak berhaji dan lain sebagainya. Akan tetapi bila orang itu berlaku arif, tidak mengambil sikap bermusuhan dengan kita maka disini sikap toleransi pun harus dikembangkan sebagaimana isi surah al-Anfaal ayat 61.
Arti Jizyah memang semacam upeti, tetapi saya memahaminya sebagai cara kepatuhan terhadap sistem hukum yang berlaku dinegara yang memang menjadikan Islam sebagai ideologi negara, diluar ayat tersebut, untuk negara yang tidak menjadikan Islam sebagai ideologi utamanya (misalkan saja negara kita Indonesia ini) maka saat misalnya seseorang membayar pajak kepada negara (baik itu pajak bangunan, pajak motor, pajak penghasilan) maka orang itu bisa disebut sudah tunduk terhadap sistem kenegaraan dan konsekwensinya orang itupun berhak menikmati pembangunan jalan, sarana rumah sakit dan lain-lainnya dan diapun berhak untuk mendapatkan pengayoman, perlindungan dan perdamaian, itu semua selaras dengan ayat 29 dari surah at-Taubah tadi.
Islam mengatur hukum-hukum dan perundang-undangan yang keras terhadap penganutnya, ini semua bertujuan untuk kebaikan simanusianya itu sendiri agar tidak salah jalan, tidak berbuat zalim, tidak berbuat mungkar, dan agar manusia bisa melakukan kontrol diri, tidak larut dalam gelimang nafsu duniawi semata.
Saat seseorang menyatakan diri sebagai Muslim maka saat itu juga semua syariat Islam secara teoritis menjadi satu kesatuan dalam hidupnya.
Adalah logis bila Islam tidak berhak mengatur terlalu jauh kehidupan orang non-Muslim, makanya syariat Islam itu hanya berlaku bagi orang Islam saja dan tidak berlaku bagi orang diluarnya. (Karenanya saya pribadi merasa lucu jika orang-orang Kristen meributkan piagam Jakarta).
Sholat hanya wajib atas orang yang Islam, orang Kristen meski dia satu negara, satu daerah atau satu keluarga dengan kita dia tidak dibebani kewajiban seperti seorang Muslim, demikian pula hukuman cambuk, hukuman potong dan seterusnya.
Tetapi tetap harus ada satu cara yang bisa mencegah terjadinya dis-integrasi umat, tidak mentang-mentang dia non-muslim, tidak percaya kepada Allah, tidak menghiraukan pantangan memakan babi, berlaku riba, melegalkan porno aksi, pornografi atau berbuat haram lainnya maka dia bisa seenak-enaknya saja bertingkah ditengah umat Islam, sebab inipun akan menimbulkan kekacauan dalam hidup keagamaan, bermasyarakat dan berbangsa.
Untuk itu mereka di-ikat dengan perjanjian perdamaian untuk hidup saling menghormati, mereka harus patuh terhadap sistem atau nilai-nilai peradaban yang ada dilingkungan mereka. We are not alone, we lived as a nation not between person to person only.
Ini normal sekali.
Sebab tanpa sistem maka tidak ada keaneka ragaman masyarakat.
Karenanya kita bisa melihat dari sejarah betapa banyak orang-orang Kafir yang tinggal diseputar Madinah sama sekali tidak diganggu oleh Nabi, mereka tunduk terhadap sistem, mereka mengembangkan sikap saling menghormati, demikian juga dijaman Umar dan Ali.
Bahwa kebenaran agama itu mutlak milik Allah adalah sesuatu yang tidak perlu dipungkiri, bahwa Allah pun sejak awal tidak ingin hidup ini kaku dan beku dengan menjadikan semuanya sama, semuanya Islam, semuanya bersatu ini juga fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahkan dalam memilih beragama sekalipun Allah tidak memberlakukan hak veto-Nya ini juga suatu fakta, karena itu kita harus pandai menganalisa dan pandai dalam memikirkan ayat-ayat Allah, sekali kita memahaminya secara salah maka saat itu juga kita akan terjebak dalam dunia subyektifitas.
Bila ayat 29 surah at-Taubah ini hanya dipahami tanpa melakukan korelasi dengan ayat-ayat lainnya maka tidak heran jika aksi bom bunuh diri, aksi pembantaian umat non Muslim yang tidak terlibat permusuhan secara langsung dengan umat Islam menjadi berita disurat kabar setiap harinya, sama seperti kasus orang memahami surah al-Maa'uun 107 ayat 4 tentang kecelakaan bagi orang-orang yang sholat, jika ini dipahami seperti ini maka niscaya ibadah sholat pasti akan ditinggalkan oleh umat Islam, padahal jika kita sedikit pintar dan mau belajar tidaklah demikian adanya.
Semoga kita bisa lebih bijak dalam bersikap dan berpikir,
Wassalam,

Mengenal diri melalui Surah

MENGENAL DIRI MELALUI SURAH
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Dalam tulisan kali ini, saya mengajak kita semua merenung mengenai hakikat diri masing-masing, tanpa bermain ayat dan tanpa harus bersusah payah berpikir dengan semua dalil dan teori yang memusingkan kepala. Saya mencoba memperkenalkan metode pengenalan diri melalui nama surah (khususnya 5 surah pertama) dari al-Qur’an dengan semua kesederhanaan kalimatnya. Semoga bermanfaat.
Surah pertama dalam al-Qur’an adalah al-Fatihah, surah ini juga dikenal sebagai surah pembuka, ummul Qur’an, surah 7 ayat berulang dan sebagainya. Inilah inti dari al-Qur’an, tanpa surah ini maka sebuah kitab tidak bisa disebut al-Qur’an, tanpa membaca surah ini pula maka tidak syah sholat seorang muslim bahkan tanpa membaca surah ini pula menurut perhitungan matematis Dr. Rasyad Khalifah (lihat : www.submission.org/salat19.html) berarti seorang muslim sudah menghilangkan kata sandi senilai 608, karena setiap huruf dalam al-Fatihah memiliki nilai tersendiri.
Setiap manusia, siapapun itu didalam sejarah hidupnya pasti melalui surah al-Fatihah, artinya kita-kita ini pasti pernah memulai dari awal, dari dasar. Apa awal dari manusia ? nutfahkah ? mungkin jawaban ini benar, tetapi nutfah adalah pembentuk awal kemanusiaan dan bukan awal dari manusia itu sendiri. Awal kehidupan manusia dimulai sejak ia dilahirkan ibunya kedunia ini. Detik pertama dia menghirup udara maka detik itupulalah sejarah manusia tersebut dimulai.
Bahkan seorang ‘Isa al-Masih yang proses kejadiannya tampak begitu istimewa, tidak terkecuali untuk memulai hidupnya dari seorang bayi merah. Sama seperti yang lain. (lihat rujukan Qs. Ali Imran 3 ayat 59)
Dari surah ini kita diajar banyak hal, bahwa semua ayat baik yang panjang maupun yang pendek didalam al-Qur’an akhirnya akan kembali pada surah al-Fatihah, karena dalam surah inilah semua pujian dan doa serta pentauhidan Tuhan terintegrasi menjadi satu.
Begitupula manusia, dia hakekatnya adalah bayi, semua kedudukan sosial serta harta benda yang ia miliki akan kembali pada kekerdilan dirinya dimata sang Khaliq yang serba Maha.
Sosok manusia tidak ubahnya bagaikan bulatan kecil bumi ditengah samudra galaksi yang Maha Luas dan tak hingga (alpha dan omega). Kenapa manusia masih banyak yang berlaku sombong atas semua yang dia miliki ? Dilihat secara ultraviolet, manusia itu telanjang, tanpa pakaian, tanpa kedudukan, tanpa apa-apa. Begitulah kira-kira cara Tuhan memandang kita (lihat rujukan Surah al-A’raaf 7 ayat 26)
Jikapun kita berkuasa, apakah iya kita berkuasa atas nafas kita ? atas udara yang kita hisap ? apa iya kita berkuasa atas setan yang ada didiri kita ? – Rasanya kok nggak ya.
Bahkan satu contoh yang paling ringan bahwa kita tidak berkuasa untuk menahan rasa kebelet untuk buang air. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang akan kita dustakan ? (lihat rujukan Surah an-Najm 53 ayat 55)
Artinya, semua anggota tubuh kita ini bukanlah milik kita, apalagi harta dan kedudukan. Kita ini bayi, kita ini al-Fatihah, seharusnya kita menjadi ayat yang berfungsi sebagai pujian terhadap Allah, sebagai alat pengabdian, penyebar petunjuk bagi orang lain kepada jalan yang lurus sekaligus penolak pada nilai-nilai kebatilan, keterpurukan dan kesesatan.
Surah kedua adalah al-Baqarah, yang secara harfiah berarti Sapi Betina. Seorang bayi yang baru lahir, dia memerlukan asupan susu, entah itu berupa ASI atau susu olahan.
Jika sebagai penyambung al-Fatihah tertulis al-Baqarah, ini tidak serta merta satu petunjuk bahwa seorang bayi harus minum susu sapi.
Penyebutan sapi betina merujuk pada satu kebutuhan yang ada pada seorang bayi, dia perlu kehangatan, dia perlu nutrisi awal, nutrisi satu-satunya yang bisa ia cerna, karena tidak mungkin dia bisa mengkonsumsi coca cola atau fanta, dia perlu susu, perlu hal yang putih, bersih dan sehat.
Inilah gambaran kita, membutuhkan nilai-nilai yang lurus, yang bisa memenuhi gizi kejiwaan sebagai satu-satunya sumber asupan yang bisa kita terima agar bisa tumbuh menjadi kepribadian yang dewasa dan tangguh.
Kita perlu nilai-nilai yang sehat dan benar untuk sampai pada satu pemahaman tertentu, hati dan niat ini harus bersih dan akal kita harus bisa berpikir realistis obyektif. Inilah makna ayat al-Qur’an : hendaklah engkau berlaku adil, jangan karena kebencianmu pada sesuatu hal membuatmu gelap mata, membuatmu menjadi subyektif. (Lihat rujukan Surah al-Maidah 5 ayat 8).
Surah al-Baqarah merupakan satu-satunya surah terpanjang didalam al-Qur’an, ini merefleksikan bahwa manusia itu akan terus memerlukan nilai-nilai yang bersih dan sehat tadi sepanjang masa, tidak ada batasan, karenanya Nabi bersabda : menuntut ilmu itu wajib bagi seorang muslim sampai ia mendatangi kuburnya sendiri.
Selanjutnya surah al-Baqarah disambung dengan ali Imran dan an-Nisaa’, masing-masing mewakili kedua orang tua kita, yang satu laki-laki dan yang lainnya wanita. Bahwa didalam hidup, kita tidak hanya membutuhkan nilai tetapi juga memerlukan bantuan lingkungan disekitar kita, butuh keberadaan sosok bapak dan ibu yang membuat kita menjadi aman, tentram dan damai. Secara lebih luas, kita perlu melakukan interaksi dengan semua komponen masyarakat (pria dan wanita pada ali Imron dan an-Nisaa’ menggambarkan adanya keragaman). Kita tidak bisa hidup sendiri, kita adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antar sesama kita (lihat rujukan Surah al-Hujuraat 49 ayat 13).
Orang yang hanya mau bergaul dengan sekelompok kaum tertentu saja, bertaklid pada satu jemaah tertentu dan meninggalkan kaum atau jemaah yang lainnya sama seperti seorang anak yang hanya memerlukan ibunya saja atau bapaknya saja, dan jelas ini satu kepincangan.
Bersikaplah yang wajar, bergaullah dengan semua komponen masyarakat tanpa membedakan apakah mereka sama jemaahnya dengan kita, sama jalan pemikirannya dengan kita atau sebaliknya. Apalagi jika ini menyangkut hubungan sesama muslim, malah al-Qur’an berkata, satukan hubungan yang retak antar sesama saudaramu seiman, jauhi prasangka yang jahat kepadanya (lihat rujukan Surah al-Hujuraarat 49 ayat 12).
Surah kelima, surah al-Maaidah yang berarti hidangan. Hidangan disini adalah suatu sajian makanan, seorang bayi dia memerlukan asupan susu dan belaian kasih sayang kedua orang tuanya, seorang manusia perlu belajar nilai-nilai kebenaran yang obyektif dan melakukan silaturahhim terhadap sesamanya, dan dia perlu berbagi.
Saat sudah menjelang dewasa usia, kita tidak lagi menjadi bayi, kebutuhan gizi kita sudah lebih besar dari susu putih didalam botol. Kita menuntut menu lain, kita mulai belajar memakan makanan yang lebih keras, lebih kejal dan lebih berasa.
Semakin kita banyak belajar dan berinteraksi maka kepribadian kita seharusnya semakin meningkat, semakin menuntut lebih banyak dari sebelumnya, semakin kita belajar semakin kita merasa ilmu ini teramat sedikit, semua kekayaan pemikiran, khasanah pengetahuan harus bertambah demikian juga dengan ketakwaan maupun kesederhanaan jiwa.
Inilah inti dari sabda Nabi : Sesungguhnya siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia orang yang beruntung, tetapi orang yang hari ini lebih buruk dari sebelumnya maka dia termasuk orang yang merugi (lihat rujukan Surah al-Ashar 103 ayat 1 s/d 3).
Masihkah kita belum mengnal siapa diri kita sejauh ini ? Haruskah pembahasan ini dilanjutkan pada surah-surah lainnya ? Untuk sementara ini, biarlah tulisan ini berhenti sampai disini agar dapat direnungkan dan mencari kedalam inti diri … siapa aku ?
Wassalam,

Persaudaraan Muslim

PERSAUDARAAN MUSLIM
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Cukup banyak himbauan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah untuk menjalin hubungan persahabatan dan persaudaraan diantara kaum Muslimin, antara lain bisa dilihat misalnya dalam :
"Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu saling bersaudara." (Qs. al-Hujurat 49:10)
"Dan orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian dari mereka adalah penolong [wali] bagi sebagian yang lain." (Qs. at-Taubah 9:71)
Dalam beberapa Haditsnya Rasulullah Saw pun bersabda :
"Janji keselamatan bagi kaum Muslim berlaku atas mereka semua, dan mereka semua seia-sekata dalam menghadapi orang-orang selain mereka. Barangsiapa melanggar janji keamanan seorang Muslim, maka kutukan Allah, Malaikat dan manusia sekalian tertuju kepadanya dan tidak diterima darinya tebusan atau pengganti apapun pada hari kiamah kelak."
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak boleh ia menganiayanya dan tidak pula membiarkannya dianiaya. Barangsiapa mengurusi keperluan saudaranya sesama Muslim, niscaya Allah akan memenuhi keperluannya sendiri. Dan barangsiapa membebaskan beban penderitaan seorang Muslim, maka Allah akan membebaskan penderitaannya dihari kiamat kelak. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Mukmin, maka Allah akan menutupi aibnya dihari kiamat."
"Hindarkan dirimu dari persangkaan buruk, sesungguhnya yang demikian itu adalah sebohong-bohong perkataan. Jangan mencari-cari aib orang lain, jangan memata-matai, jangan bersaingan menawar barang dengan maksud merugikan orang lain, jangan saling menghasut, jangan saling bermusuhan dan jangan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidaklah halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya sesama Muslim lebih dari 3 hari."
"...Lantaran itu, damaikanlah diantara dua saudara kamu dan berbaktilah kepada Allah agar kamu diberi rahmat." (Qs. al-Hujurat 49:10)
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintai-intai dan janganlah sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain; apakah suka seseorang dari kamu memakan daging bangkai saudaranya ? Tentu kamu akan merasa jijik kepadanya ! Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Pengampun, Penyayang." (Qs. al-Hujurat 49:12)
Telah diketahui secara pasti bahwa hanya dengan Islam dan beriman secara sungguh-sungguh, seorang hamba dapat meraih puncak keridhoan Allah azza wajalla. Ulama-ulama dari Ahlus-Sunnah bersepakat bahwa hakikat Islam dan Iman adalah pengucapan 2 kalimah syahadat, pembenaran adanya hari kebangkitan, mendirikan sholat 5 waktu karena Allah, melaksanakan ibadah Haji bila mampu, berpuasa dibulan Ramadhan serta mengeluarkan zakat.
Bukhari dalam kumpulan hadistnya telah meriwayatkan beberapa sabda Rasulullah Saw :
"Barangsiapa bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah, menghadap kiblat kita, mengerjakan sholat kita dan memakan hasil sembelihan kita, maka ia adalah seorang Muslim. Baginya berlaku hak dan kewajiban yang sama sebagai Muslim lainnya."
Berdasarkan ayat-ayat Allah dan fatwa Nabi Muhammad Saw diatas, adalah tidak pada tempatnya kita selaku manusia yang mengaku beragama Islam dan mengaku telah beriman secara Kaffah menciptakan suasana rusuh dan mengobarkan semangat perpecahan dikalangan sesama Muslim.
Maukah kita mendapatkan kecaman dari Allah dan Rasul-Nya ?
Umat Islam sudah cukup lama terombang-ambing dalam gelombang perpecahan aneka ragam alirannya dan masing-masing pihak merasa hanya kaumnya sajalah yang paling benar serta layak memasuki syurga dan selain kaum mereka ini maka kaum lainnya berada pada posisi salah dan halal neraka baginya.
Tidak urung ayat-ayat al-Qur'an dan Hadist-hadist Nabi justru dijadikan ujung tombak untuk menghantam lawan bicaranya sesama Muslim, entah itu mereka yang menisbatkan diri dalam jemaah Ahlus-Sunnah, Syi'ah, Muktazilah, Khawarij, Ahmadiyah dan sebagainya.
Tidakkah mereka sadar bahwa yang mereka perdebatkan ini tidak lain adalah sesuatu penafsiran terhadap hal yang sama dalam sudut pandang yang berbeda.
Imam Ali bin Abu Thalib r.a, adalah contoh teladan kedua sesudah Rasulullah Saw yang mengajarkan mengenai hakikat persaudaraan sesama Muslim, menghargai keutuhan persatuan umat dibawah panji-panji kebenaran Tauhid.
Beliau menolak mengikuti keinginan sebagian dari para sahabat untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Khalifah Abu Bakar sepeninggal Rasulullah Saw, dan disaat ia menjabat selaku Khalifah, sikap ini terus dipertahankannya bahkan dalam medan pertempurannya menghadapi gerakan 'Aisyah pada peristiwa perang Jamal dan disaat menghadapi pemberontakan kelompok Muawiyah.
Imam Ali bin Abu Thalib r.a, begitu mengedepankan rasa persaudaraan antar umat Muslim diatas perasaan dirinya pribadi sehingga beliaupun rela mendapat kecaman dari sejumlah orang atas sikapnya yang lunak dengan Muawiyah yang mengakibatkan pecahnya pemberontakan kaum Khawarij sampai terbunuhnya beliau dalam salah satu kesempatan.
Tindakan dan sikap yang diambil oleh Khalifah ke-4 yang juga menantu Nabi Muhammad Saw ini sudah pasti bukan tindakan yang tidak disertai pertimbangan dan kearifan yang tinggi, sebagai salah seorang sahabat dan keluarga terdekat dari Rasulullah, Imam Ali bin Abu Thalib r.a, tentunya merupakan orang yang paling mengerti mengenai Islam dan ia bukan seorang yang pengecut.
Dengan demikian, hendaklah kiranya kaum Muslimin sekarang ini sudi untuk merenung dan menganalisa secara bijak mengenai perpecahan yang terjadi diantara mereka, perpecahan yang mengarah kepada permusuhan dan kebencian bukan menjadi satu rahmat namun justru merupakan malapetaka.
Kehormatan seorang Muslim haruslah dijunjung tinggi meskipun mungkin Muslim tersebut memiliki sudut pandang berbeda dengan kita terhadap hal-hal tertentu, ini bukan alasan untuk mengkafirkan mereka apalagi menumpahkan darahnya dengan mengatasnamakan kebenaran.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdu Dzar : "Telah berkata Nabi Saw kepadaku, bahwa malaikat Jibril berkata: 'Barangsiapa diantara umatmu meninggal dunia dalam keadaan tiada menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka ia akan masuk syurga."; kemudian aku bertanya: 'Kendatipun ia pernah berzina dan mencuri ?"; Jawab Nabi Muhammad Saw: "Ya, walaupun ia pernah berbuat hal itu."
Hadist diatas ini bukan bertendensikan menghalalkan tindakan kejahatan atas umat Muhammad Saw akan tetapi memiliki orientasi kepada pengagungan harkat dan martabat seorang Muslim.
Jelas bahwa Allah tidak lalai dari apa yang kita kerjakan, suatu perbuatan yang negatif, apabila dilakukan secara terus menerus tentunya akan menyebabkan ketergeseran derajat kemanusiaan seseorang dihadapan Allah, dan lambat laun seorang Muslim-pun dapat menjadi seorang yang fasik atau munafik dan tidak menutup kemungkinan dia malah menjadi kafir kepada Allah sehingga jaminan Allah ini menjadi hilang atas dirinya.
Diberbagai tempat kita meributkan masalah ke-Khalifahan, orang Syi'ah merasa lebih tinggi dari ahlus-Sunnah dan sebaliknya kaum ahli-Sunnah pun tidak jarang malah memperolok-olokkan kaum Syi'ah dan bahkan beberapa diantaranya sampai mengkafirkan mereka hanya karena mereka lebih mencintai ahli Bait Nabi Muhammad Saw dan mengeluarkan kritikan-kritikan pedas atas beberapa Muslim generasi awal.
Fenomena Ahmadiyah juga menggelitik sejumlah umat Islam untuk mendeskreditkan sebagian dari mereka sampai mengeluarkan fatwa tidak syahnya status ke-Islaman semua Jemaah ini.
Dikalangan ahlus-Sunnah terdapat banyak Madzhab yang dipimpin oleh Imamnya masing-masing, diantaranya yang terbesar adalah Imam Hambali, Syafi'i, Maliki dan Hanafi, ke-4 Jemaah ini memiliki banyak sekali perbedaan-perbedaan didalam penafsiran atas ayat-ayat Allah dan juga petunjuk Rasul-Nya, dimulai dari masalah Thaharah, Sholat, Puasa, Nikah, Talak dan seterusnya.
Dibalik beberapa kesamaannya, masing-masing mereka memberikan argumen dari sudut pandang yang berbeda tentang banyak hal yang sama.
Padahal, apabila kita ingin berbicara jujur, perselisihan yang terjadi antar umat Islam dan antar Jemaah maupun Mazhab hanyalah karena masing-masing memiliki penafsiran berbeda tentang al-Qur'an dan Hadist Rasul, namun apakah hal ini bisa menjadikan satu alasan untuk memberikan vonis kekafiran kepada mereka ?
Andaikanlah diantara penafsiran sebagian dari mereka ini menyimpang dari apa yang seharusnya, namun ini tetap saja belum mengeluarkan status ke-Islaman yang melekat pada diri mereka, tentunya selama mereka tetap berpegangkan kepada satu Kalimah "Tidak ada Tuhan tempat mengabdi selain Allah, Tuhan yang memiliki nama-nama terbaik dan memiliki sifat-sifat suci, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan."
Kehormatan seorang Muslim tetap terjamin meskipun dia mengucapkan kalimah "La ilaha illa Allah" sebagai penyelamat dari suatu usaha pembunuhan, dan ini diceritakan oleh banyak perawi Hadist.
Muslim dalam salah satu hadist yang diriwayatkannya dari berbagai saluran ada menceritakan :
"Bahwa suatu hari 'Utban bin Malik al-Anshari mengunjungi Rasulullah Saw dan meminta agar beliau mau singgah kerumahnya dan sholat didalamnya, karena ia ingin menjadikannya Musholla. Dalam satu pembicaraan diantara mereka, Nabi menanyakan keberadaan salah seorang dari sahabat 'Utban yang bernama Malik bin Ad-Dukhsyun bin Ghunm bin 'Auf bin 'Amr bin 'Auf yang diketahui sebagai orang yang munafik.
Beberapa sahabat keheranan dan mencoba mengingatkan Nabi bahwa 'Utban itu adalah orang yang munafik, tapi Nabi mengeluarkan jawaban : "Jangan berkata demikian, tidakkah kamu melihatnya telah berucap "La ilaha illa Allah" semata-mata demi keridhoan Allah ?"; diantara para sahabat masih ada yang penasaran dan mencoba kembali mengeluarkan argumennya : "Memang benar ia mengucapkan yang demikian, namun tidak disertai dengan ketulusan hatinya, sungguh kami sering melihatnya pergi dan berkawan dengan orang-orang munafik." Nabi menjawab : "Tiada seorangpun bersaksi bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa aku adalah Rasul Allah yang akan dimasukkan kedalam api neraka atau menjadi umpannya."
Demikianlah seharusnya kita didalam berpijak, tidak mudah melemparkan tuduhan kepada seseorang atau sekelompok kaum hanya karena berbeda pendapat dengan diri kita, sedangkan bagi orang yang jelas-jelas seperti Malik bin Ad-Dukhsyun saja Rasulullah Saw tidak melemparkan ucapan kekafiran atasnya dan malah mengedepankan rasa baik sangka sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.
Satu keselarasan yang bisa kita kemukakan disini satu ayat al-Qur'an :
"Sesungguhnya orang-orang Mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, Hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima ganjaran dari Tuhan mereka, tidak ada ketakutan terhadap mereka, dan tidak berduka cita." (Qs. al-Baqarah 2:62)
Nyata sekali bahwa jangankan kepada orang yang mengakui ke-Rasulan Muhammad Saw bin Abdullah, bahkan bagi mereka yang tidak mengakui kenabian Muhammad pun yang dalam istilah kita sekarang ini termasuk dalam kategori Unitarian tetap mendapatkan jaminan dari Allah untuk memperoleh ganjaran disisi-Nya selama mereka tidak mengadakan Tuhan-Tuhan dalam bentuk apapun selain Allah yang Maha Esa, yang Tidak beranak dan tidak diperanakkan, yang tidak memiliki kesetaraan dengan apapun dalam keyakinan mereka.
Kita seringkali terlalu banyak memperturutkan rasa ke-egoismean semata didalam menghadapi orang yang tidak sejalan dengan kita yang akibat dari semua ini akan menyulut konflik berkepanjangan dan tidak berkesudahan.
al-Qur'an dalam surah ali Imran (3) ayat ke 159 menganjurkan untuk mengadakan musyawarah didalam mencapai jalan keluar terbaik, selain itu ; juga dalam Surah yang lain, al-Qur'an pun memberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan dialog pertukar pikiran secara baik-baik dan saling menghargai.
Seorang manusia dilarang mencemooh manusia lainnya berdasarkan firman Allah dalam surah al-Hujurat (49) ayat 11 dan beberapa firman Allah berikut ini pun harus menjadi renungan tambahan bagi kita :
"Sesungguhnya mereka yang suka akan tersebarnya keburukan dikalangan kaum beriman akan mendapatkan azab yang pedih didunia dan akhirat..." (Qs. an-Nur 24:19)
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian kamu atas satu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Berbuatlah adil, ini lebih mendekatkan kamu kepada ketakwaan; takutlah kamu kepada Allah sebab Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. al-Maidah 5:8)
Kita acapkali jengkel dengan penafsiran segelintir jemaah terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan juga al-Hadist, mereka memutar balikkan semuanya sekehendak hati mereka sehingga masing-masing merasa bahwa ayat-ayat dan Hadist-hadist tersebut memperkuat aliran mereka, namun sesuai amanat al-Qur'an, yang demikian tidak berarti harus kita sikapi dengan anarkis dan menghilangkan sudut keobjektifitasan kita.
Marilah kita saling bahu membahu antar sesama saudara seiman didalam menegakkan ajaran Allah, para pengikut ahli Bait menjalin hubungan baik dengan mereka yang mengaku sebagai pengikut sunnah Nabi; dan keduanya ini pun haruslah mau untuk tidak memutuskan tali silaturahmi terhadap mereka yang berasal dari jemaah Ahmadiyah dan begitulah seterusnya secara wajar.
Kita boleh bertukar pikiran dan kita juga tidak dilarang untuk saling berdebat, mari kita kemukakan dalil-dalil yang kita miliki dan kita yakini menunjang apa yang kita jalani, jikapun tidak terdapat jalan keluar terbaik, marilah kita benci pendapatnya saja namun bukan orangnya.
"Apabila kamu berbantahan disatu permasalahan, hendaklah kamu mengembalikannya kepada Allah dan Rasul apabila adalah kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian." (Qs. an-Nisa' 4:59)
Banyak orang mengatakan bahwa melakukan Bai'at terhadap pemimpin itu wajib hukumnya, namun ber-bai'at terhadap Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw jauh melebihi dari kewajiban berbai'at kepada siapapun.
Jika mencintai ahli Bait adalah suatu keharusan, maka berpegang kepada Sunnah itu pun merupakan bagian dari keimanan.
Mari kita hargai hasil ijtihad dari masing-masing manusia sebagaimana kita juga ingin orang lain menghargai pendirian yang kita yakini.
Tulisan ini tidak untuk ditujukan pembenaran suatu klaim dari jemaah tertentu dan tidak pula dimaksudkan untuk menyudutkan suatu pandangan tertentu pula, semua ini hanyalah karena terdorong rasa kerinduan terhadap hadirnya kembali ruh-ruh Muhammad maupun sosok Ali bin Abu Thalib r.a yang mencintai persaudaraan dan kesatuan umat Islam.
"Sesungguhnya mereka yang memperdebatkan ayat-ayat Allah dengan tidak ada alasan yang datang kepada mereka, tidak ada didada-dada mereka melainkan kesombongan yang mereka tidak akan sampai kepadanya." (Qs. al-Mu'min 40:56)
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan didalamnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya." (Qs. al-Israa 17:36)

Wassalam,